
Arutmin Terima IUPK, Ini Tanggapan Penggugat UU Minerba

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah baru saja menerbitkan Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), pada Senin, 2 November 2020. Terbitnya IUPKĀ ini menandakan perpanjangan operasional tambang batu bara ArutminĀ dari sebelumnya berupa Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Penerbitan SK ini dilakukan di tengah sidang gugatan Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ahmad Redi, salah satu tim pengacara penggugat UU Minerba, berpandangan bahwa pemberian IUPK tanpa melalui mekanisme pelaksanaan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) merupakan sesuatu yang ilegal, karena PP ini dibentuk sebagai aturan turunan dari UU Minerba. Terlebih sampai saat ini pemerintah belum menerbitkan PP Minerba tersebut.
"Dalam UU No.3 Tahun 2020 tidak diatur mengenai teknis pemberian IUPK, seperti detail persyaratan yang harus dipenuhi, yang memang akan diatur di dalam PP," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (04/11/2020).
Menurutnya, jika aturan teknisnya saja belum ada, maka pemberian IUPK tidak memenuhi syarat proses hukum yang jelas.
Lebih lanjut dia mengatakan, mestinya PP sebagai aturan turunan UU Minerba terbit dahulu sebelum IUPK ini diberikan. Selain itu, imbuhnya, seharusnya pemerintah juga harus menunggu hasil dari judicial review UU Minerba terlebih dahulu yang hingga saat ini prosesnya masih berjalan.
"IUPK Arutmin ini sangat lemah. Bila ada warga negara yang menggugat ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), maka bisa dibatalkan oleh pengadilan," tegasnya.
Sebelumnya, kepastian perpanjangan operasional Arutmin disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin.
"SK IUPK PT Arutmin Indonesia sudah dikeluarkan pada 2 November 2020," kata Ridwan kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/11/2020).
Ridwan menyebut IUPK kali ini baru berlaku 10 tahun terlebih dahulu. Ini berarti, IUPK Arutmin hanya berlaku mulai 2 November 2020 hingga 2 November 2030.
"1X10 tahun," ujarnya saat ditanya periode masa berlaku IUPK ini.
Namun sayangnya, dia masih enggan menjabarkan lebih lanjut kenapa pemberian IUPK baru berlaku 1x10 tahun.
Berdasarkan Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), Pada Pasal 169A disebutkan bahwa Kontrak Karya dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan ketentuan:
a. kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
b. Kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk jangka waktu paling lama 10 tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Saat ini pemerintah tengah menyusun tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan dari dari UU No.3 Tahun 2020 tentang Minerba itu, termasuk PP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang seharusnya menjadi dasar penerbitan IUPK. Namun hingga kini pemerintah masih belum menerbitkan PP ini.
Selain PP tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, ada juga PP terkait perlakuan perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang pertambangan batu bara sebagai landasan dari perpanjangan IUPK ini.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan RPP tentang perpajakan tersebut telah berada di Sekretariat Negara untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
"Iya setahu saya masih proses ttd (tanda tangan Presiden)," ujarnya dalam pesan singkat kepada CNBC Indonesia, Minggu (01/11/2020).
Dia menambahkan, "Saya cek masih di Setneg, proses finalisasi. Artinya RPP sekarang di Setneg untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya."
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bagaimana Nasib Perpanjangan IUPK Arutmin? Begini Kata ESDM
