
Trump Bermurah Hati RI Dapat GSP, Ini Ternyata Manfaatnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump akhirnya memperpanjang fasilitas sistem tarif preferensial umum atau Generalized System of Preferences (GSP) dengan Indonesia pada Sabtu (31/10/2020) lalu. GSPĀ ini membuat produk Indonesia mudah masuk dan lebih bersaing di pasar AS.
GSP merupakan fasilitas perdagangan pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980.
Duta Besar RI untuk AS, Muhammad Lutfi mengatakan perpanjangan GSP hadir dari hubungan bilateral yang baik antara Indonesia dan AS, termasuk di tingkat pemimpin kedua negara.
"Fasilitas GSP sangat penting dalam membantu agar produk-produk ekspor unggulan Indonesia dapat terus kompetitif di pasar AS yang memang dikenal memiliki tingkat persaingan yang tinggi. Apalagi selama ini AS merupakan pasar ekspor non-migas terbesar kedua di dunia bagi Indonesia," kata Lutfi dalam keterangan pers, Senin (2/11/2020).
Lutfi mengatakan, usai mendapatkan perpanjangan GSP, langkah yang segera pihak Indonesia lakukan adalah menyusun Road Plan dengan memfokuskan pada skema 5+7+5, yaitu 5 produk utama (apparel, produk karet, alas kaki, elektronik dan furniture), 7 produk potensial (produk kayu, travel goods, produk kimia lainnya, perhiasan, mainan, rambut artifisial dan produk kertas), serta dan 5 produk strategis (produk mesin, produk plastik, suku cadang otomotif, alat optik dan medis dan produk kimia organik).
Selama ini, dari 3.572 pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, tercatat baru 729 pos tarif atau praktis hanya sebesar 20,4% yang menggunakan tarif 0% ke pasar AS. Sisanya, hampir 80% belum dimanfaatkan.
"Terkait hal ini, KBRI Washington DC bersama dengan kementerian terkait di tanah air dan juga KADIN, khususnya KIKAS (KADIN Indonesia Komite AS), akan segera melakukan program sosialisasi yang intensif kepada eksportir Indonesia agar mereka dapat mengoptimalkan preferensi tarif ini," tambah Lutfi.
Pos-pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, banyak yang diproduksi oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia, seperti mebel, perhiasan perak, handbag, pintu kayu dan lain sebagainya.
Manfaat GSP bagi Indonesia?
Perpanjangan GSP nantinya akan meningkatkan kerja sama bisnis antara Indonesia dan AS. Disamping diproyeksikan akan menggenjot arus perdagangan dua arah, GSP diprediksi akan memberikan dampak positif kepada sektor lain, yakni kerjasama di bidang investasi.
Di saat terjadinya gangguan perdagangan dunia akibat pandemi Covid-19, dengan adanya keringanan bea masuk hingga 0% di pasar AS, jelas menguntungkan eksportir RI. GSP menjadi insentif yang tepat bagi produk-produk primadona Indonesia, termasuk sektor UKM, untuk bersaing di pasar AS.
Pada 2019 lalu, nilai ekspor Indonesia dengan fasilitas GSP mencapai US$ 2.61 miliar (atau sekitar Rp 38,2 triliun, asumsi Rp 14.644/US$) atau setara dengan 13,1% dari keseluruhan ekspor Indonesia ke AS yang berjumlah US$ 20.1 miliar (Rp 294,4 triliun).
Sementara untuk periode Januari-Agustus 2020, nilainya berjumlah US$ 1.87 milyar atau naik 10,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Lutfi juga mengatakan Pemerintah RI juga memproyeksikan dinaikkannya status GSP menjadi Limited Trade Deal (LTD) agar volume perdagangan dua arah Indonesia dan AS dapat meningkat dua kali lipat hingga US$ 60 miliar (Rp 879 triliun) pada tahun 2024.
Sebagai dua perekonomian besar, kerjasama perdagangan dan investasi harus dilipatgandakan dengan LTD sebagai solusinya. LTD juga diproyeksikan dapat mengoptimalkan potensi kerjasama di luar perdagangan barang, khususnya digital trade, energi dan infrastruktur, serta peningkatan arus investasi. Meningkatnya arus perdagangan dua arah merupakan pintu masuk bagi perluasan kerjasama investasi.
Sebagai informasi, pasar AS selama ini dikenal sangat menjanjikan karena populasinya yang mencapai 331 juta orang dan memiliki daya beli sangat tinggi, dimana pendapatan per kapita masyarakatnya tahun 2019 lalu mencapai US$ 65 ribu per atau lebih dari R 900 juta per tahunnya.
Pada tahun yang sama, konsumsi rumah tangga per tahun masyarakat AS juga mencapai US$ 16 triliun atau setara dengan sepertiga konsumsi rumah tangga dunia.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh, Donald Trump Diancam Diculik & Dibunuh