Not Bad! Rupiah Cuma Melemah 0,03% Setelah Libur Panjang

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 November 2020 16:27
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (2/11/2020) setelah membukukan penguatan 5 pekan beruntun.

Setelah libur panjang pada pekan lalu, rupiah mengawali perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.620/US$. Setelahnya rupiah sempat melemah hingga 0,51% ke Rp 14.695/US$, tetapi berhasil dipangkas hingga tersisa 0,21% di Rp 14.650/US$. Rupiah bertahan di level tersebut hingga 1 jam sebelum perdagangan berakhir.

Saat penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.625/US$, melemah tipis 0,03%.

Rupiah pada pekan lalu libur pada Rabu hingga Jumat, pasar di dalam negeri libur cuti bersama dalam rangka perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Kamis (29/10/2020).
Maka wajar jika rupiah melemah, sebab mata uang utama Asia bergerak bervariasi dengan mayoritas melemah pada pekan lalu. Sementara rupiah yang berlaga selama 2 hari sukses membukukan penguatan. Sehingga pelemahan rupiah 0,03% hari ini bisa dibilang cukup bagus.

Mayoritas mata uang utama Asia juga melemah hari ini. Hingga pukul 15:03 WIB, hanya rupee India, dolar Taiwan, won Korea Selatan, dan peso Filipina yang menguat, sekaligus berturut-turut menjadi mata uang terbaik.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.

Data yang dirilis dari dalam negeri hari ini menunjukkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia membaik menjadi 47,8 di bulan Oktober, dari bulan sebelumnya 47,2.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya artinya ekspansi. Meski masih mengalami kontraksi, tetapi sektor manufaktur Indonesia kembali menunjukkan kemajuan.

Kemudian Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi inflasi di Indonesia pada Oktober 2020. Ini memutus rantai deflasi selama tiga bulan beruntun.

Pada Oktober, terjadi inflasi 0,07% secara bulanan (month-to-month/MtM). Tidak jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan 0,075%.
Sementara inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) berada di 0,95%% dan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 1,44%%. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi tahunan di 1,82%.

Indonesia yang kembali mengalami inflasi tentunya menjadi kabar bagus, artinya roda perekonomian sudah mulai berjalan kembali.

Di sisi lain, dolar AS memang sedang perkasa setelah rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 yang menunjukkan kebangkitan. Tapi pelaku pasar sebenarnya juga menanti hasil pemilihan presiden (pilpres) AS.

Setelah pilpres selesai, maka fokus akan tertuju pada stimulus fiskal di AS. Cepat atau lambat stimulus tersebut akan cair, dan saat itu terjadi jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah. Secara teori, dolar AS akan melemah.

Tekanan bagi dolar AS akan lebih besar seandainya Joe Biden memenangi pilpres, sebab stimulus fiskal diperkirakan akan lebih besar ketimbang jika Donald Trump melanjutkan periode pemerintahannya.

Survei yang dilakukan oleh NBC News/Wall Street Journal menunjukkan Joe Biden unggul dengan memperoleh 52% suara dalam survei tersebut, sementara Donald Trump 42%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular