
Marah! Produk Prancis Diboikot di Timur Tengah, RI Ikutan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Terkait ungkapan Presiden Prancis Emmanuel Macron, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyatakan sikap mengecam atas tindakan tersebut. Beberapa waktu lalu, Kementerian Luar Negeri mengundang langsung Duta Besar Prancis untuk RI untuk menyampaikan sikap tersebut.
Awal Oktober lalu Presiden Prancis termuda itu berpidato dan menyebut Islam merupakan agama yang sedang mengalami krisis. Lebih lanjut Macron juga mengatakan bakal mengeluarkan aturan tegas untuk mencegah adanya aksi separatisme Islam.
Selang tak berapa lama, seorang guru sejarah dan geografi di pinggiran Kota Paris berusia 47 tahun bernama Samuel Paty menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW sebagai bagian dari materi pelajaran kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijunjung oleh Prancis sebagai negara sekuler.
Jelas aksi tersebut mendapat kecaman dari komunitas muslim. Sepuluh hari berselang, Paty tewas terbunuh oleh seorang remaja bersuku Chechen berusia 18 tahun. Presiden Macron yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan berekspresi menegaskan tak akan mencabut karikatur tersebut.
Sontak pernyataan Macron makin membuat komunitas muslim di berbagai belahan dunia naik pitam. Di Indonesia kelompok PA 212 memprotes keras tindakan Macron, sementara Lembaga Dakwah NU (LDNU) mendesak pemerintah untuk memanggil Duta Besar Prancis.
Duta Besar Prancis untuk RI Olivier Chambard pun dipanggil pada Selasa (27/10/2020). Dalam kesempatan itu RI mengecam keras sikap Prancis yang menghina Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Tanah Air.
Aksi protes keras juga dilayangkan oleh berbagai komunitas Muslim di dunia terutama di Timur Tengah. Bahkan tagar boikot produk Prancis banyak bertebaran di media sosial yang dikampanyekan tidak hanya oleh para aktivis tetapi juga pemimpin dunia.
Soal boikot, pemerintah RI menilai hal tersebut terlalu jauh dan dikembalikan lagi ke keputusan konsumen.
Lagipula jika boikot produk Prancis juga dilakukan di RI dampaknya relatif minimal mengingat hubungan dagang antara Indonesia dengan Prancis tergolong kecil skalanya jika dibandingkan dengan beberapa negara Eropa lain seperti Jerman, Belanda dan Italia.
Pasar Indonesia yang terkenal besar juga tak terlalu berkontribusi banyak terhadap ekspor Negeri Menara Eifel. Berdasarkan data UN Comtrade, pada 2019 total nilai perdagangan bilateral antara RI dan Prancis hanya sebesar US$ 3,9 miliar atau setara dengan Rp 56,6 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500/US$.
Tahun lalu total impor RI dari Prancis tercatat senilai US$ 1,8 miliar atau setara dengan Rp 26,1 triliun. Produk Prancis yang paling banyak diimpor Indonesia adalah pesawat terbang dan komponennya yang mencapai lebih dari 45% dari total impor.
Selain pesawat terbang, RI juga mengimpor berbagai produk lain yang rata-rata merupakan produk medis, bahan baku industri terutama untuk mesin dan peralatan listrik. Tak hanya itu produk-produk konsumen seperti minuman beralkohol, air dadih hingga kosmetik dan perawatan diri juga didatangkan RI dari Prancis.
Apabila melihat produk-produk yang diimpor RI dari Prancis di atas dan kebijakan pemerintah yang mengembalikan keputusan ke konsumen, maka jika atas nama solidaritas masyarakat Islam Tanah Air memboikot produk Prancis, paling yang terkena dampaknya adalah produk yang langsung bersinggungan dengan konsumen akhir.
Selain nilainya kecil, sebagian produk-produk tersebut juga cenderung menyasar segmen konsumen kelas menengah atas dalam negeri. Sebagai informasi berbagai produk kecantikan dan perawatan diri seperti L'Oreal hingga barang-barang fashion mewah buatan merek Louis Vitton juga dipasarkan di Indonesia.
Sementara dari sisi Prancis, negara yang dikenal sebagai pusat fashion global tersebut mengimpor berbagai produk dari RI utamanya adalah produk manufaktur, tekstil dan produk tekstil dan juga komoditas dari RI yang pangsa pasarnya mencapai 73% dari total impor Prancis dari RI.
Dengan total nilai ekspor ke seluruh dunia sebesar US$ 555 miliar, maka angka US$ 1,8 miliar terbilang sangatlah kecil karena hanya berkontribusi sebesar 0,3% saja. Jelas boikot produk Prancis oleh RI pun dampaknya minimal bagi ekonomi Negara Macron.
