
Kapan Industri Asuransi Pulih? Ini Petunjuk dari OJK

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi memukul hampir semua sektor industri, salah satunya sektor keuangan. Ada semacam anggapan bahwa sektor keuangan akan pulih didahului dengan pulihnya sektor riil.
Deputi Komisioner dan Pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK), M. Ichsanuddin mengatakan sektor asuransi yang merupakan bagian dari sektor keuangan menjadi yang terakhir terkena dampaknya.
"Dampak pertama itu pembiayaan atau kredit kepada debitur unsurnya banyak ada yang rumah tangga, UKM, perusahaan menengah, korporat," katanya dalam acara CNBCÂ Indonesia Award: The Best Insurance" di Jakarta, Selasa (27/10/2020).
Dia mencontohkan saat ini kredit sektor perhotelan, transportasi, bagaimana bisa bangkit jika banyak orang masih takut bepergian. Menurutnya, selama orang masih takut bepergian dan tetap berada di rumah, sektor ini tidak akan begitu saja bergerak.
"Begitu Covid-19 pergi, dampak ini recovery cepat. Jika sektor paling bawah, nanti kalau sudah ekonomi menggeliat, daya beli pulih, mereka juga bisa angsur pinjamannya," ujarnya.
"Tentunya tidak ada klaim asuransi kredit ke sini. Dengan premi yang tepat, di bawahnya macet, diklaim ke perusahaan asuransi, ini konteks asuransi kredit, ini berat," imbuhnya.
Ichsanuddin menyatakan industri asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuransi umum masih mengalami pertumbuhan negatif pada sisi kinerja aset hingga September 2020.
"Baik secara year on year maupun year to date, industri asuransi growthnya masih negatif. Hal ini tidak boleh menjadikan kita pesimis menatap masa depan tahun-tahun ke depan," ujarnya.
Lebih rinci dia menjelaskan, aset industri asuransi jiwa secara year on year hingga akhir 30 September 2020 tercatat minus 2,6%, sementara asuransi umum 5,6%. "Untuk year to date asuransi jiwa cukup besar minusnya, yaknni minus 4,5%, sementara asuransi umum minus 8,01%," ujar Ichsanudin.
Meski demikian, Ichsanudin, menyatakan masih ada perusahaan asuransi yang tumbuh tinggi saat ini, yakni asuransi wajib BP Jamsostek. Aset perusahaan ini masih tumbuh 9,91% secara year on year, sementara hingga year to date tumbuh 5,36%.
"Bila industri digabung dengan BPJS Ketenagakerjaan maka aset masih tumbuh 1,5% secara year on year dan year to date 1,2%," ujarnya.
Menurutnya, perusahaan asuransi yang bisa bertahan di saat pandemi tak hanya dilihat dari sisi laporan keuangan. Namun ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu bagaimana sebuah perusahaan asuransi melakukan proses identifikasi dan seleksi risiko (underwriting).
"Katakan hasil investasi 6%, kalau mau memberikan garansi jangan di atas 6%, jangan 6%, karena ada biaya akuisisi, komisi, jumlahnya ada hitungannya. Kalau kita rata-rata investasi dapat 6%, yang bergaransi itu sekitar 3% bahkan 2%," ujarnya menjelaskan.
Dari proses underwriting yang positif ini, lanjutnya, jika investasi yang dilakukan sudah benar maka tidak akan terjadi default saat klaim jatuh tempo. Untuk itu, menurutnya penting melihat proses underwriting.
"Ujung-ujungnya perusahaan profitnya baik ada beberapa ukuran kesehatan. RBC itu kita atur min 120%. Kemudian ada Rasio kecukupan investasi harus 100%. Ada juga rasio yang terkait masalah likuiditas arus 100%. Hal seperti itu kita amati. Kalau perusahaan selalu berpedoman dari sisi investasi benar, dari situ parameter kita lihat, sehingga perusahaan asuransi prudent," pungkasnya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK: Bila Dikelola Benar, Asuransi Tak Mungkin Default