RI Memang Resesi, Tapi Kalau Ada Kabar Baik Boleh Dong...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 October 2020 13:17
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan jalan layang Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis, (23/7/20). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan jalan layang Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis, (23/7/20). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Akan tetapi, bukan berarti situasi sudah stabil dan baik-baik saja. Ke depan, tantangan masih sangat besar, ekonomi masih penuh dengan ketidakpastian.

Sumber utama gangguan ekonomi berasal dari pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu tidak hanya menimbulkan tragedi kesehatan, tetapi juga sosial-ekonomi.

Sebab, hampir seluruh negara mengedepankan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona. Masyarakat sebisa mungkin tetap di rumah, menghindari aktivitas yang menyebabkan kontak dan interaksi dengan orang lain.

Di Indonesia, kebijakan ini disebut PSBB yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 21/2020. Pasal 3 PP tersebut menyatakan bahwa PSBB minimal meliputi:

  1. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
  2. Pembatasan kegiatan keagamaan.
  3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

PP ini diundangkan pada 31 Maret dan berlaku saat itu juga. Sekira dua bulan PSBB dijalankan penuh, yang membuat aktivitas dan mobilitas masyarakat sangat terbatas. Pantas saja ekonomi Indonesia minus, karena kegiatan produksi dan permintaan mampet.

PSBB baru agak dilonggarkan pada awal Juni, Indonesia memasuki era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) alias new normal. Aktivitas di luar rumah sudah dibuka kembali meski ada batasan di sana-sini dan harus tunduk kepada protokol kesehatan. Inilah hidup normal yang baru, hidup yang 'berdamai' dengan virus corona.

AKB atau new normal atau reopening atau apapun namanya ini membuat roda ekonomi mulai berputar kembali meski lajunya belum kencang. Optimisme kebangkitan ekonomi ini juga dirasakan oleh dunia usaha, yang tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI).

Rerata skor PMI manufaktur pada kuartal III adalah 48,3, jauh meningkat ketimbang kuartal sebelumnya yang sebesar 31,73. Memang masih di bawah 50, yang berarti industriawan belum ekspansif, tetapi sudah ada perbaikan signifikan.

Namun, optimisme ini bisa berbalik arah dalam sekejap kala PSBB diketatkan lagi. Inilah yang terjadi di Jakarta pada pertengahan September lalu. Perbaikan yang terjadi pada Juli dan Agustus mundur lagi pada September, karena pengetatan PSBB di Ibu Kota.

"Penerapan kembali PSBB di Jakarta pada medio September di tengah peningkatan kasus infeksi virus corona berdampak terhadap penjualan produk manufaktur dan proses produksi. Setelah kenaikan yang solid pada Agustus, permintaan baru turun drastis pada September meski tidak separah Maret," sebut keterangan tertulis IHS Markit, lembaga yang menyusun PMI.

Oleh karena itu, kunci untuk memulihkan aktivitas ekonomi adalah mengendalikan penyebaran virus corona. Jika kasus corona sampai melonjak, maka pemerintah tentu mempertimbangkan untuk kembali mengetatkan PSBB. Bahkan Gubernur Anies Rasyid Baswedan tidak sekadar mempertimbangkan, tetapi melaksanakannya.

Jadi, #IngatPesanIbu. Jaga jarak, pakai masker, dan rajin cuci tangan ya...

TIM RiSET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular