Manufaktur RI Hancur Lebur Gegara Covid-19, Ini Buktinya

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
20 October 2020 21:03
FILE PHOTO: A worker works at a furnace at a steel plant of Dalian Special Steel Co Ltd in Dalian, Liaoning province, China April 8, 2018.  REUTERS/Stringer/File Photo      THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.     GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD
Foto: Seorang pekerja bekerja di sebuah tungku di pabrik baja Dalian Special Steel Co Ltd di Dalian, provinsi Liaoning, Cina 8 April 2018. REUTERS / Stringer / File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri manufaktur Indonesia terpukul dampak pandemi Covid-19. Namun, ada beberapa capaian yang positif terutama di bidang investasi.

Dirjen Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Dody Widodo menyebut bahwa pada triwulan II-2020  kinerja pengolahan nonmigas mengalami kontraksi yang sangat tajam hingga minus 5,74%.

Namun, untuk neraca ekspor-impornya mengalami surplus hingga 8,8 miliar dolar. Begitu juga dengan investasi juga mencapai nilai Rp 129,56 triliun sepanjang Januari-Juni 2020, meningkat 23% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Hingga kuartal II ini industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap PDB sekitar 17,83%. Kita lihat ini turun dibanding tahun sebelumnya itu kita pada tahun periode yang sama mencapai 19,87%. Berarti ada kontraksi penurunan terhadap PDB-nya," ucapnya dalam acara Capital Market Summit & Expo 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (20/10/2020).

"Selama pandemi ini kita bisa melihat data utilisasi dimana industri sektor manufaktur mengalami kontraksi," lanjutnya.

Ia menyebutkan, sebelum pandemi utilisasi rata-rata sektor industri manufaktur Indonesia bisa mencapai sekitar 76,29%. Jumlah itu anjlok drastis ketika Covid-19 mulai mewabah di Indonesia.

"Awal-awal pandemi kita sempat turun di utilisasi sekitar 30 - 40%, tapi Alhamdulillah hari ini, tanggal ini sekitar minggu-minggu ini, kita sudah bisa meningkat utilisasinya hingga 55,30%," urainya.

Sejak masa awal pandemi memang mulai ada peningkatan. Namun peningkatan sempat terhambat pada September 2020.

"Kita harapkan bisa bergerak lagi hingga akhir tahun untuk menuju kembali normal. Asal kita tidak melakukan langkah-langkah yang tentunya akan berdampak pada utilitas dan produktivitas manufaktur, yang tentunya ujungnya akan mempengaruhi sektor manufaktur dalam mengungkit ekonomi" imbuhnya.

Ia menjelaskan bahwa pada awal Februari Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia menjadi yang tertinggi di ASEAN, mencapai angka 51,9. Tapi capaian itu ujug-ujug pada saat bulan Maret anjlok ke level 45,3.

"Kemudian yang terendah pada bulan April itu 27,5 pada saat kita sebulan melawan pandemi ini. Ini benar-benar kita sektor manufaktur benar-benar mengalami kontraksi yang sangat kuat di mana utilitas menurun sampai drastis hingga 30 - 40%," ucapnya.

Dikatakan lagi, pada sektor otomotif sempat mengalami penurunan paling parah hingga angka 20%, tapi saat ini otomotif mulai bangkit.

"Alhamdulillah hari ini walaupun mengalami penurunan sedikit dibanding bulan Agustus yang sudah mencapai 50,8% tapi karena ada suatu hal kemarin sempat akhirnya kita turun lagi 47,2%. Oleh karena itu saya berharap tidak ada kebijakan-kebijakan yang tentunya akan sangat mempengaruhi sektor manufaktur ke depannya," paparnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pabrik Mulai Tancap Gas, Q1 Bakal Minus Terakhir Manufaktur!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular