Menteri ESDM Curhat Impor LPG Berat Buat Negara

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan beratnya beban anggaran negara karena Indonesia masih sangat ketergantungan pada impor untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, salah satunya yaitu impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Padahal, seperti diketahui LPG merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari di rumah tangga.
"Permintaan energi kita masih andalkan fosil, sebagian besar masih diikuti dan berasal dari impor, ketergantungan energi kita pada impor besar, misalnya LPG, salah satu kebutuhan utama untuk konsumsi di rumah-rumah," kata Arifin dalam acara "Tempo Energy Day 2020: Potret Energi Indonesia, Rabu (21/10/2020).
Ketergantungan impor LPG ini menurut Arifin menjadi tantangan berat bagi pemerintah. Oleh karena itu, menurutnya perlu ada substitusi ke sumber energi dalam negeri. Bila substitusi ini terjadi, maka tidak hanya kemandirian energi yang terdorong, namun juga berdampak pada seimbangnya neraca perdagangan Indonesia.
"Jadi, tantangan berat bagi pemerintah kalau tidak lakukan substitusi dari sumber energi dalam negeri. Kalau substitusi ini terjadi, neraca perdagangan bisa seimbang," jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah saat ini sedang mendorong industri hilir tidak hanya bagi komoditas mineral, tapi juga batu bara. Tujuannya, agar batu bara yang mulanya didominasi untuk ekspor, akan lebih banyak dimanfaatkan di dalam negeri.
Batu bara bisa diolah menjadi beberapa produk seperti methanol yang dapat dijadikan campuran untuk biodiesel (Fatty Acid Methyl Esters/ FAME), lalu Dimethyl Ether (DME) yang bisa digunakan sebagai substitusi LPG. Dengan hilirisasi batu bara menjadi DME, artinya ketergantungan pada impor LPG bisa ditekan.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arviyan Arifin mengatakan sejak zaman Belanda pemanfaatan batu bara oleh PTBA hanya digunakan untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini tentunya berdampak buruk pada lingkungan karena polusi dan tidak ada nilai tambah.
Namun kini, lanjutnya, paradigma pemanfaatan batu bara telah berubah. Menurutnya, masa depan batu bara adalah melalui hilirisasi, salah satunya dengan menghasilkan DME. Melalui hilirisasi, menurutnya nilai tambah batu bara bisa lima kali lebih tinggi.
"Nah yang harus kita lakukan sekarang adalah hilirisasi batu bara harus jalan. Tadinya, hanya PLTU buat nilai tambah. Di China dan negara maju lainnya, nilai tambah dengan mengolah menjadi DME," tuturnya di acara yang sama.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan batu bara Indonesia saat ini lebih banyak diekspor. Namun ke depan, lanjutnya, pemerintah juga akan mengurangi ekspor dan memanfaatkan batu bara untuk diolah di dalam negeri. Pada akhirnya, produk ini juga bisa digunakan di dalam negeri dan bernilai tambah.
"Kita juga ingin mengubahnya (batu bara), meng-convertnya juga agar kita punya nilai tambah jadi DME, methanol, dan lain-lain. Produk turunan bernilai tambah 2-3 kali," tuturnya dalam acara INDY FEST 2020 dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-20 PT Indika Energy Tbk yang ditayangkan dalam kanal YouTube Netmediatama kemarin, Senin (19/10/2020).
[Gambas:Video CNBC]
Produksi Stagnan, Impor LPG RI Terus Meroket Hingga 2024
(wia)