Hingga 2024, 1 Juta Ton Batu Bara Ditargetkan Buat Gasifikasi

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
11 November 2020 11:48
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong peningkatan nilai tambah batu bara melalui sejumlah cara seperti briket, kokas, pencairan batu bara, gasifikasi, hingga campuran batu bara cair.

Hal ini ditujukan agar batu bara tidak hanya dijual mentah dan penambang hanya menggali dan menjual. Salah satu proyek yang digencarkan saat ini yaitu gasifikasi batu bara, karena produknya berupa dimethyl ether (DME) bisa menggantikan liquefied petroleum gas (LPG) yang semakin melonjak jumlah impornya.

Beberapa perusahaan berencana mengembangkan proyek gasifikasi batu bara seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan Bakrie Group. Dari penjelasan sejumlah perusahaan tersebut, setidaknya proyek DME ini paling cepat baru beroperasi pada 2024.

Namun demikian, pemerintah telah memasukkan target pemanfaatan batu bara menjadi gasifikasi sejak 2020-2024.

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.16 tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian ESDM tahun 2020-2024, pemanfaatan batu bara untuk proyek gasifikasi setidaknya ditargetkan sudah mencapai 1 juta ton per tahun.

Optimalisasi pemanfaatan batubara sebagai salah satu indikator untuk mengukur kemampuan pemanfaatan batu bara dengan menggunakan teknologi baru untuk mendapatkan sumber energi baru dengan penilaian yang dititikberatkan pada rasio pemanfaatan batubara untuk peningkatan nilai tambah batubara seperti DME, syngas, urea, polypropilene terhadap target tahunan.

Meski pemerintah menargetkan sejak 2020-2024 telah ada batu bara yang dimanfaatkan untuk proyek gasifikasi ini, namun di sisi lain ini belum berdampak pada pengurangan impor LPG nasional.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, rasio impor LPG terhadap kebutuhan LPG dalam negeri malah meningkat menjadi 83,55% pada 2024 dari 2020 ini sebesar 77,63%.

Impor LPG pada 2024 diperkirakan naik menjadi 10,01 juta ton dari 6,84 juta ton pada 2020 ini. Sementara kebutuhan LPG domestik pada 2024 tersebut diperkirakan naik menjadi 11,98 juta ton dari 8,81 juta ton pada 2020 ini.

Kebutuhan LPG setiap tahunnya hingga 2024 tersebut diperkirakan terus meningkat. Pada 2021 diperkirakan kebutuhan LPG domestik naik menjadi 9,51 juta ton, lalu naik lagi menjadi 10,27 juta ton pada 2022, 11,09 juta ton pada 2023, dan 11,98 juta ton pada 2024.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas kabinet pada akhir Oktober lalu (23/10/2020), menginginkan agar komoditas tambang batu bara bernilai tambah terlebih dahulu sebelum diekspor.

"Kita sudah lama sekali mengekspor batu bara mentah ini. Saya kira memang harus segera diakhiri," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas pada Jumat (23/10/2020).

Jokowi pun meminta agar perusahaan tambang batu bara mengembangkan industri turunan batu bara, mulai dari industri peningkatan mutu upgrading, pembuatan briket batu bara, pembuatan kokas, pencairan batu bara, gasifikasi batu bara sampai dengan campuran batu bara cair.

Seperti diketahui, salah satu perusahaan yang kini berencana mengembangkan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME yaitu PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan mengolah batu bara sebanyak 6 juta ton per tahun dan diproses menjadi 1,4 juta ton DME yang dapat digunakan sebagai substitusi LPG.

Proyek senilai US$ 2,1 miliar atau sekitar Rp 30,45 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$) ini rencananya akan mulai dibangun pada kuartal pertama atau kedua 2021. Proyek ini ditargetkan dapat mulai beroperasi pada triwulan kedua 2024.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Meneropong Nasib Proyek DME Batu Bara Kala Pandemi Kian Ganas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular