
Bukan Menakuti, La Nina Bisa Bikin Harga Pangan 'Terbang'

Kenaikan harga pangan terutama yang berbasis pada komoditas pertanian kemungkinan bakal mendongkrak inflasi untuk bulan Oktober. Namun kenaikan harga pangan tidak serta merta mengindikasikan adanya kenaikan permintaan.
Jika ditinjau lebih jauh lagi faktor pasokan lebih berperan dalam mengerek harga komoditas pangan di Tanah Air. Adanya fenomena iklim La Nina semakin menguatkan dugaan bahwa kenaikan harga lebih dipicu dari sisi suplai.
Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), La Nina adalah sebuah fenomena iklim yang menjadi menyebabkan curah hujan tinggi di berbagai wilayah tropis Pasifik. Intensitas hujan yang tinggi ini bisa berdampak positif maupun negatif terhadap output komoditas pertanian.
Jika curah hujan yang cukup tinggi terjadi pasca periode kering terjadi maka hal ini akan membantu mencukupi kebutuhan air untuk tanaman pangan. Namun jika berlebihan dan menyebabkan banjir tentu akan menyebabkan produktivitas menurun bahkan sampai gagal panen sehingga pasokan menurun dan harga naik.
Jika berkaca pada pengalaman sebelum-sebelumnya, La Nina menyebabkan banjir di berbagai daerah di Tanah Air mulai dari bulan Oktober hingga Januari. Hal ini akan memicu terjadinya gejolak harga komoditas pertanian sebelum, saat dan sesudah fenomena iklim ini terjadi.
Untuk komoditas yang seringkali jalur distribusinya tidak efisien seperti bawang merah dan cabai merah akan cenderung memiliki margin perdagangan dan pengangkutan yang tinggi. Artinya harga dari produsen ke konsumen tingkat akhir memiliki perbedaan yang kontras tingginya.
Fenomena kenaikan harga cabai merah dan bawang merah pun sudah mulai terlihat di bulan Oktober ini. Untuk cabai sendiri sentra produksinya tersebar di pulau Jawa dan Sumatera.
Berbagai peristiwa banjir yang sudah melanda pulau Jawa seperti di Cilacap dan Sukabumi sudah cukup menjadi tanda bahwa La Nina tahun ini juga tak ubahnya seperti fenomena yang terjadi pada tahun yang sudah-sudah.
Hal ini tentu perlu diwaspadai oleh pemerintah. Curah hujan yang tinggi akibat La Nina akan membuat situasi saat ini semakin kompleks. Jika banjir bandang menerjang di berbagai kawasan Tanah Air maka dampaknya bisa merembet ke mana-mana seperti kerugian materiil akibat bangunan yang terendam air, penyakit baru seperti diare, flu hingga tifus yang bakal memperparah kondisi pandemi Covid-19 yang sampai sekarang belum ditangani dengan baik.
Konsekuensi lain yang juga tak kalah mengerikan adalah pasokan bahan makanan yang tergerus akibat gagal panen sampai stok yang rusak dan membusuk sehingga membuat harga kebutuhan sehari-hari ini meroket dan mencekik daya beli masyarakat yang pada dasarnya sudah tertekan, terutama untuk kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan yang jumlahnya mencapai 24 juta jiwa.
Ya, untuk inflasi bulan Oktober kemungkinan besar masih disumbang oleh pos harga pangan bergejolak. Sementara untuk pos lainnya seperti transportasi, rekreasi, akomodasi meski sudah ada pelonggaran PSBB di DKI Jakarta, dampaknya kemungkinan masih minim akibat kondisi pandemi Covid-19 yang belum bisa tertangani dengan baik.
Ini jelas menjadi warning bagi pemerintah untuk menyiapkan strategi yang tepat guna menghindari kenaikan inflasi yang jelas bukan mencerminkan daya beli masyarakat yang membaik, tapi karena faktor lain termasuk ancaman La Nina.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]