
Misi Jokowi Punya UU Sakti Omnibus Berhasil, Ini Ceritanya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki sebuah aturan sapu jagat yang bisa menyelesaikan masalah deregulasi dan debirokratisasi akhirnya terwujud, melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau omnibus law.
Rencana menerbitkan Omnibus Law sudah ada sejak 2019. Jokowi berkali-kali menyuarakan Omnibus Law dalam setiap rapat terbatas, di mana Darmin Nasution - Menko Perekonomian kala itu - ditunjuk sebagai eksekutor.
"Karena ternyata, hampir semua UU kita yang menyangkut sektor itu mengatur perizinan, sehingga tidak bisa kita ubah kalau tidak kita buat Omnibus Law," kata Darmin, pada September 2019.
Jokowi mungkin saja memahami, puluhan paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan pemerintah tak cukup efektif mengatasi regulasi yang berbelit-belit dan sudah menjadi 'kanker' di pemerintahan.
Rumitnya perizinan, terutama di sektor ketenagakerjaan selama ini menjadi biang kerok hambatan investasi di Indonesia. Bank Dunia kala itu menemukan fakta, bahwa Indonesia tidak menerima satu pun investor China yang hengkang dari negara tersebut.
Setidaknya, ada perusahaan di China yang memindahkan produksinya keluar dari negara tersebut pada periode Juni - Agustus 2019. Mereka berpindah ke Vietnam, Kamboja, India, Malaysia, hingga Thailand. Indonesia, nihil.
Situasi ini yang pada akhirnya mendorong Jokowi bersama kabinetnya untuk memancing arus investasi masuk ke Indonesia. Omnibus Law, lantas dianggap cukup krusial dan bisa menjadi solusi konkret mengatasi masalah tersebut.
Masa kerja Kabinet Kerja kala itu tak kurang dari satu bulan. Pemerintah pun menjanjikan bisa menyelesaikan Omnibus Law dalam waktu singkat, sebelum disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas
Keinginan untuk 'mempercepat' pembahasan Omnibus Law sudah digaungkan Jokowi sejak dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2019. Ide tersebut dicetuskan saat memberikan pidato kenegaraan.
"Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan 2 undang-undang. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja," kata Jokowi kala itu.
"Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi," tegasnya.
Bak gayung bersambut, Jokowi lantas membentu Satuan Tugas Omnibus Law yang dipimpin oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, serta perwakilan pemerintah.
Sejak saat ini, pemerintah mulai fokus membahas Omnibus Law. Namun secara tiba-tiba, pada awal tahun DPR menetapkan puluhan RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2020.
Empat di antaranya merupakan RUU dalam bentuk Omnibus Law yaitu RUU Kefarmasian, RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, serta RUU Ibu Kota Negara.
Kemudian pada April 2020, DPR membacakan surat presiden terkait RUU Ciptaker yang pembahasannya akan diserahkan kepada Badan Legislasi, di mana pada tanggal 14 April 2020 digelar rapat perdana pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Pembahasan RUU Cipta Lapangan kemudian diprotes kalangan buruh yang menggelar unjuk rasa menolak sejumlah pasal kontroversial di dalam klaster tersebut. Jokowi, kemudian memutuskan menunda pembahasan draf RUU tersebut.
"Kemarin pemerintah telah menyampaikan ke DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," kata Jokowi pada 24 April 2020 lalu.
Menindaklanjuti keinginan pemerintah, DPR lantas membentuk tim perumus yang terdiri atas Panitia Kerja RUU Cipta Kerja Baleg DPR dan serikat buruh untuk membahas kelanjutan klaster ketenagakerjaan.
Namun, pembahasan antara DPR dan buruh hanya berlangsung selama dua hari. Setelah itu, pembahasan kembali dilanjutkan di tingkat pemerintah dan DPR, hingga 3 Oktober 2020 lalu.
Di hari itu juga, pemerintah dan parlemen sepakt membawa RUU Cipta Kerja ke rapat paripurna, yang dijadwalkan pada 8 Oktober 2020. Keputusan ini dilakukan setelah beberapa hari sebelumnya serikat buruh mengancam akan melakukan aksi mogok nasional apabila RUU tersebut tetap dibahas.
Namun, bak petir di siang bolong, Rapat Badan Musyawarah DPR secara tiba-tiba digelar, pada 5 Oktober 2020, di mana keputusannya untuk menggelar Paripurna pengesahan Omnibus Law.
Kini, draf yang memiliki 1.000 halaman itu resmi disahkan. Presiden Jokowi pun sampai saat ini masih diam, dan tidak memberikan komentar apapun terkait pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, kendati gelombang massa akan menuju Istana hari ini.
(wed/wed)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Pastikan Aturan Turunan UU Cipta Kerja Segera Selesai