Misi Jokowi Punya UU Sakti Omnibus Berhasil, Ini Ceritanya!

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
08 October 2020 10:59
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas (ratas) beserta jajaran terkait dalam rangka mengupayakan ekosistem dunia usaha yang mendukung investasi di Kantor Presiden, Jakarta, pada Rabu, (25/9/2019). (BPMI Setpres/Kris)
Foto: Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas (ratas) beserta jajaran terkait dalam rangka mengupayakan ekosistem dunia usaha yang mendukung investasi di Kantor Presiden, Jakarta, pada Rabu, (25/9/2019). (BPMI Setpres/Kris)

Keinginan untuk 'mempercepat' pembahasan Omnibus Law sudah digaungkan Jokowi sejak dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2019. Ide tersebut dicetuskan saat memberikan pidato kenegaraan.

"Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan 2 undang-undang. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja," kata Jokowi kala itu.

"Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi," tegasnya.

Bak gayung bersambut, Jokowi lantas membentu Satuan Tugas Omnibus Law yang dipimpin oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, serta perwakilan pemerintah.


Sejak saat ini, pemerintah mulai fokus membahas Omnibus Law. Namun secara tiba-tiba, pada awal tahun DPR menetapkan puluhan RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2020.

Empat di antaranya merupakan RUU dalam bentuk Omnibus Law yaitu RUU Kefarmasian, RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, serta RUU Ibu Kota Negara.

Kemudian pada April 2020, DPR membacakan surat presiden terkait RUU Ciptaker yang pembahasannya akan diserahkan kepada Badan Legislasi, di mana pada tanggal 14 April 2020 digelar rapat perdana pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Pembahasan RUU Cipta Lapangan kemudian diprotes kalangan buruh yang menggelar unjuk rasa menolak sejumlah pasal kontroversial di dalam klaster tersebut. Jokowi, kemudian memutuskan menunda pembahasan draf RUU tersebut.


"Kemarin pemerintah telah menyampaikan ke DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," kata Jokowi pada 24 April 2020 lalu.

Menindaklanjuti keinginan pemerintah, DPR lantas membentuk tim perumus yang terdiri atas Panitia Kerja RUU Cipta Kerja Baleg DPR dan serikat buruh untuk membahas kelanjutan klaster ketenagakerjaan.

Namun, pembahasan antara DPR dan buruh hanya berlangsung selama dua hari. Setelah itu, pembahasan kembali dilanjutkan di tingkat pemerintah dan DPR, hingga 3 Oktober 2020 lalu.

Di hari itu juga, pemerintah dan parlemen sepakt membawa RUU Cipta Kerja ke rapat paripurna, yang dijadwalkan pada 8 Oktober 2020. Keputusan ini dilakukan setelah beberapa hari sebelumnya serikat buruh mengancam akan melakukan aksi mogok nasional apabila RUU tersebut tetap dibahas.

Namun, bak petir di siang bolong, Rapat Badan Musyawarah DPR secara tiba-tiba digelar, pada 5 Oktober 2020, di mana keputusannya untuk menggelar Paripurna pengesahan Omnibus Law.

Kini, draf yang memiliki 1.000 halaman itu resmi disahkan. Presiden Jokowi pun sampai saat ini masih diam, dan tidak memberikan komentar apapun terkait pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, kendati gelombang massa akan menuju Istana hari ini.

(wed/wed)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular