Jakarta, CNBC Indonesia - Pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam sidang paripurna DPR Senin (5/10/2020) menimbulkan polemik di kalangan buruh. Aksi mogok kerja dan demonstrasi di berbagai daerah di Tanah Air meletus menyerukan penolakan terhadap UU yang kontroversial tersebut.
Kemarin, aksi demonstrasi di Bandung berakhir ricuh. Kerumunan masa berupaya merangsek masuk ke gedung DPRD Jawa Barat. Benturan antara aparat dengan masa pun tak terelakkan.
Dalam kerumunan sempat terlihat adanya bom molotov yang dilemparkan ke arah polisi yang berjaga. Mobil polisi yang terparkir pun menjadi korban amukan masa.
Mobil pengurai massa sempat dikerahkan dengan menembakan water canon dan gas air mata ke arah kerumunan massa. Sebagian massa sempat melakukan perlawanan dengan melempar batu ke arah petugas.
Masa akhirnya membubarkan diri pada 18.45 WIB setelah satu jam penuh ketegangan. Aksi demonstrasi juga masih berlanjut sampai hari ini. Kali ini masa serikat bekerja berkeliling di kawasan industri Cibitung-Cikarang, Bekasi Jawa Barat dengan membawa poster dan bendera serta menolak keras pengesahan UU Cipta Kerja.
Buruh yang menolak selalu mengusung argumen bahwa mereka adalah pihak yang termarginalkan dengan lahirnya UU Sapu Jagat yang menandai tonggak sejarah baru reformasi kebijakan RI.
Mirisnya lagi, demonstrasi yang berakhir ricuh di Bandung kemarin dan konvoi di kawasan industri Cibitung-Cikarang hari ini tampak kerumunan masa yang masif padahal kondisinya sedang genting karena adanya pandemi Covid-19. Dikhawatirkan cluster pendemo akan muncul dan cenderung merugikan banyak pihak.
Pada dasarnya poin yang harus ditekankan secara jelas di sini adalah bahwa UU Cipta Kerja tidak hanya membahas soal ketenagakerjaan saja. Salah besar jika UU ini melulu membahas poin tersebut.
Ada banyak cluster dalam UU tersebut seperti di antaranya kemudahan berinvestasi dan berusaha, UMKM hingga investasi pemerintah dan proyek strategis nasional. Artinya ketenagakerjaan menjadi salah satu poin yang dibahas dalam poin tersebut. Namun ini yang memang paling disorot oleh kaum buruh.
Jika melihat tujuannya, UU Cipta Kerja sebenarnya memiliki tujuan mulia yaitu seperti namanya membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehingga diharapkan angka pengangguran bisa turun salah satunya melalui kanal pembukaan keran investasi yang lebih kompetitif.
Lagipula yang harus diperhatikan di sini adalah untuk selama tiga bulan ke depan UU yang direvisi dengan teknik omnibus law tersebut terutama UU nomor 13 tahun 2003 masih akan berlaku selagi pemerintah menggodok peraturan turunannya seperti PP.
Uniknya lagi, tak seperti biasanya PP sebagai kelanjutan amanat UU ini pemerintah harus tetap berkonsultasi dengan DPR. Hal ini dibahas di akhir bab UU Cipta Kerja.
Lagipula jika ditinjau, dibaca serta dianalisa dengan seksama, persepsi bahwa UU Cipta Kerja memberatkan buruh adalah hal yang tidak bisa dibenarkan. Banyak pasal yang justru bertujuan untuk melindungi buruh atau pekerja domestik.
UU Cipta Kerja memang diharapkan untuk deregulasi dan debirokratisasi berbagai aturan yang kompleks serta tumpang tindih yang menghambat investasi masuk dan penciptaan lapangan kerja. Namun bukan berarti UU ini hanya memberikan karpet merah bagi investor saja dan berat sebelah.
Berikut ini adalah berbagai bukti pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang melindungi buruh :
Soal Tenaga Kerja Asing (TKA), UU Cipta Kerja Lindungi Pekerja Domestik Lho
Jika pada UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 42 ayat 4 berbunyi : 'Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu' pada UU Cipta Kerja diubah menjadi 'Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki'.
Itu berarti bahwa tidak sembarang TKA bisa masuk ke dalam negeri. Jadi tidak benar yang dikhawatirkan selama ini bahwa Omnibus Law memfasilitasi tenaga kerja asing masuk dan membanjiri hingga merebut pekerjaan yang harusnya menjadi hak masyarakat Indonesia.
Dengan adanya aturan ini jelas bahwa pemerintah melindungi tenaga kerja domestiknya. Toh, pekerja asing ini diwajibkan juga untuk melakukan transfer knowledge dan teknologi kepada pekerja domestik. Hal ini juga diatur di UU Cipta Kerja juga lho...
Anda Pekerja Kontrak, Omnibus Law Melindungimu!
Banyak isu liar yang berseliweran di publik yang mengatakan bahwa pekerja kontrak ditekan haknya dan dipinggirkan. Kenyataannya justru berbanding terbalik. Pada pasal 61 ayat 1-3 tentang perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak) akan tetap diberi uang kompensasi sesuai dengan masa kerjanya kepada buruh.
Begini bunyi pasal 61 tersebut :
Ayat 1 : Dalam hal PKWT berakhir, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.
Ayat 2 : Uang kompensasi diberikan sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh
Ayat 3 : Ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi diatur dengan PP.
Di pasal lain yakni pasal 59 ayat 2 yang bunyinya : 'Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.', pasal tersebut mengandung makna bahwa seorang statusnya sudah menjadi pekerja tetap tak bisa berubah menjadi kontrak.
Di sini jelas bahwa kekhawatiran soal pemberi kerja yang bisa bersikap sewenang-wenang dengan mengutak-atik status dan kontrak kerja tidak diberi ruang oleh UU sapu jagat ini. UU ini justru menjunjung tinggi asas keadilan fairness dalam konteks hubungan pemberi kerja dengan buruh.
Kalau Perusahaan Bangkrut, Buruh Nomor 1, Catat Ya!
Dalam kondisi di mana perusahaan tempat bekerja bangkrut atau pailit, UU Cipta Kerja tetap menomorsatukan buruh. Hal ini tertera pada pasal 95 Ayat 1-3 yang bunyinya begini :
Ayat 1 : 'Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.'
Ayat 2 : 'Upah pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya sebelum pembayaran kepada semua kreditur.'
Ayat 3 : 'Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.'
Di sini berarti hak buruk tetap diprioritaskan setelah pajak. Bahkan hak buruh lebih diprioritaskan dibanding kreditor konkuren yang tak memiliki hak jaminan kebendaan dan kreditor preferen karena sifatnya piutang.
Jadi Pengangguran Tetep Dapat Cuan? Cuma di UU Cipta Kerja
Dalam UU Cipta Kerja, setiap pekerja yang kehilangan pekerjaannya berhak mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan yang anggarannya tidak dipungut dari pekerja maupun pemberi kerja maupun dari APBN.
Pemberian JKP juga tidak menurunkan manfaat dari jaminan lainnya seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
Jadi masih merasa UU Cipta Kerja hanya merugikan buruh? Mohon di baca dan dipelajari lagi aturannya ya...