Demi Kelanjutan Kontrak Tambang, Pemerintah Kebut PP Minerba

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
30 September 2020 18:43
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Ridwan Djamaluddin. (Dok. Kemenko Kemaritiman)
Foto: Ridwan Djamaluddin. (Dok. Kemenko Kemaritiman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) terus berupaya agar Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi aturan turunan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara bisa segera rampung.

Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin. Menurutnya, saat ini ada tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) baru yang tengah disusun dan pihaknya berupaya segera menyelesaikannya karena terkait kelanjutan operasional tambang sejumlah perusahaan.

"Kami sekarang sedang menyusun tiga RPP, sedang berusaha keras untuk menyelesaikannya supaya badan usaha dapat dilanjutkan kegiatannya tanpa kendala," papar Ridwan pada acara 'Coalaboration 31 years of contributing to the nation' yang diselenggarakan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) secara virtual pada Rabu (30/09/2020).

Ridwan mengatakan, meski UU Minerba sudah diundangkan pada 10 Juni 2020, namun sampai saat ini masih menjadi pro kontra beberapa pihak. Meski demikian, menurutnya ketika sebuah keputusan sudah dibuat, berarti harus dipatuhi sampai ada solusi yang lebih baik di masa mendatang.

"UU No. 3 tahun 2020, sebagian besar kita menyambut baik UU ini akan menjadi landasan hukum yang kuat bagi industri dan pengelolaan minerba. Namun sebagaimana kita ketahui, masih ada juga pihak yang ingin memberikan masukan, masih belum 100% sepakat," jelasnya.

Baginya tidak masalah jika masih ada pihak-pihak yang belum bersepakat. Namun demikian, lanjutnya, jangan sampai hal ini membuat upaya pemerintah tidak berada di sisi produktif.

"Buat saya bagus-bagus saja (kontra), namun kita antisipasi jangan sampai kondisi seperti ini malah membuat upaya kita tidak dalam posisi yang produktif," ungkapnya.

Dia pun berharap dalam proses penyusunan PP ini tidak digoyang terlalu kuat karena jika tidak selesai sesuai waktunya, maka akan berdampak tidak baik. Menurutnya, perlu disadari tidak ada yang sempurna di dunia ini.

"Namun kalau ini kita ubah, mari kita ubah juga pada waktunya. Silahkan nanti diusulkan melalui mekanisme yang sesuai dan pada saat yang baik," tuturnya.

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil tergabung dalam Gerakan #BersihkanIndonesia mendesak pemerintah untuk menunda dan membatalkan RPP Minerba ini

Aryanto Nugroho, perwakilan dari PWYP Indonesia, mengatakan permintaan penundaan dan pembatalan RPP ini dikarenakan beberapa hal, termasuk sejumlah pasal dalam RPP tersebut yang dianggap berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari, mengistimewakan pelaku usaha tertentu, serta dianggap tidak sesuai dengan peraturan lainnya.

"Kami menemukan sejumlah pasal bermasalah dalam RPP Minerba ini," ujarnya dalam konferensi pers virtual pada Selasa (15/09/2020).

Salah satu pasal yang ditentang yaitu tentang ketentuan pemindahtanganan IUP berdasarkan persetujuan Menteri ESDM yang tertuang dalam Pasal 12. Pasal ini menurutnya membuka peluang untuk pemindahtanganan IUP, sehingga berpotensi memunculkan rente baru.

Berdasarkan dokumen RPP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang diperoleh CNBC Indonesia, terdapat 202 pasal dalam RPP ini.

RPP ini pun mengatur mulai dari ditetapkannya jenis-jenis komoditas tambang mulai dari mineral radioaktif, seperti uranium, torium, dan lainnya, mineral logam, mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, komoditas batuan dan batu bara.

Lalu diatur juga tentang rencana pengelolaan mineral dan batu bara nasional yang ditetapkan menteri untuk jangka waktu lima tahun dan dapat ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun tersebut. Selain itu, perizinan berusaha juga diatur, mana yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan mana kewenangan pemerintah provinsi.

Untuk segala izin operasional tambang, seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Pengangkutan dan Penjualan menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Adapun yang bisa didelegasikan kepada pemerintah provinsi yaitu perizinan berusaha dalam bentuk pemberian sertifikat standar dan izin. Dalam RPP ini pun disebutkan bahwa "pemegang IUP dilarang memindahtangankan IUP kepada pihak lain tanpa persetujuan dari Menteri"

Persetujuan dapat diberikan selama memenuhi sejumlah persyaratan. Artinya, apakah pengalihan IUP bisa diizinkan?

Pemegang IUP BUMN pun dapat mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada badan usaha lain dengan syarat BUMN tersebut masih menguasai 51% atau lebih saham di IUP tersebut.

Selain itu, RPP ini juga mengatur tentang tata cara pemberian izin usaha pertambangan, termasuk bagaimana mekanisme perpanjangan izin. Berapa lama jangka waktu eksplorasi dan produksi pun diatur. Untuk pemegang IUP, jangka waktu eksplorasi dan operasi produksi setiap jenis komoditas dibedakan.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BUMN Dapat Keistimewaan dalam RPP Minerba, Happy Nggak Ya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular