Sri Mulyani Sampai Titip Dana, Duit Bank Lagi Seret Ya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 September 2020 14:40
Mesin ATM

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kembali menempatkan dananya ke bank-bank pelat merah. Pada tahap ini empat bank BUMN yaitu BRI, Mandiri, BNI dan BTN mendapatkan suntikan likuiditas sebesar Rp 17,5 triliun. 

Secara terperinci, Bank Mandiri, BRI & BTN mendapatkan dana masing-masing sebesar Rp 5 triliun. Sementara untuk BNI titipan dana pemerintah sebesar Rp 2,5 triliun. Ini merupakan kali kedua pemerintah menitipkan dananya ke bank Himbara.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari membenarkan hal tersebut sehingga saat ini total penempatan dana di Himbara menjadi Rp 47,5 triliun.

"Betul, penempatan dana ke Himbara telah diperpanjang dan telah dilakukan penempatan di tahap 2 sehingga sekarang total menjadi Rp 47,5 triliun," ujarnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (29/9/2020).

Pada Juni lalu bank-bank tersebut sebenarnya sudah mendapatkan suntikan likuiditas sebesar Rp 30 triliun. Penempatan dana ke perbankan ini merupakan salah satu bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Ketentuan terkait penempatan dana pemerintah di bank-bank Himbara ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK 05/2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Dengan adanya penempatan dana ini, likuiditas perbankan diharapkan tetap terjaga. Selain itu pemerintah juga berharap kebijakan ini dapat menggenjot penyaluran kredit produktif ke UMKM dan sektor padat karya untuk kembali menggeliatkan roda perekonomian yang lesu akibat pandemi Covid-19.

Merebaknya pandemi Covid-19 membuat perekonomian Indonesia anjlok di kuartal kedua. Kontraksi output diperkirakan masih akan berlanjut hingga kuartal ketiga. Wabah yang tak kunjung usai membuat prospek pemulihan ekonomi menjadi kian tak pasti.

Bank sebagai lembaga keuangan yang cenderung pro-cyclical menjadi lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit, bahkan cenderung mengerem. Dari sisi demand juga terjadi perlambatan. 

Kondisi ekonomi yang sedang sekarat membuat sektor dunia usaha lesu dan tak berpikir untuk melakukan ekspansi dalam waktu dekat. Konsumen pun cenderung fokus pada pemenuhan kebutuhan pokok. Permintaan terhadap barang tahan lama (durable goods) seperti motor dan mobil masih belum bisa diharapkan. 

Hal ini berdampak pada perlambatan pertumbuhan kredit yang signifikan. Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) OJK bulan Juli 2020 mencatat pertumbuhan kredit melambat menjadi 1,53% (yoy) tahun ini. Padahal di bulan Juli tahun 2019 kredit masih mampu tumbuh 9,58% (yoy).

Kondisi penyaluran kredit di setiap bank berbeda-beda. Untuk bank BUKU II dan IV pertumbuhannya positif meski melambat. Pada Juli 2020 pertumbuhan kredit bank BUKU II & IV masing-masing tercatat sebesar 2,72% (yoy) dan 6% (yoy). Melambat dari periode yang sama tahun 2019 sebesar 5,25% (yoy) dan 16,7% (yoy)

Sementara untuk bank BUKU I & III mengalami kontraksi pertumbuhan kredit yang lebih dalam dari periode yang sama tahun lalu. Penyaluran kredit bank BUKU I mengalami kontraksi yang tajam sampai -38,3% (yoy) pada Juli lalu. Penurunan ini jauh lebih tajam dibanding bulan yang sama tahun 2019 di -4,8% (yoy).

Untuk bank BUKU III sendiri pertumbuhan kredit bulan Juli juga mengalami kontraksi sebesar -6,6% (yoy). Penyaluran kredit mengalami kontraksi sebesar 720 basis poin dari Juli 2019 di angka 0,6% (yoy).

Apabila dicermati lebih lanjut, penurunan penyaluran kredit oleh bank BUKU I dan II yang signifikan ini dilakukan karena pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami penyusutan.

Pada Juli 2020, DPK bank BUKU I & III masing-masing mengalami kontraksi sebesar -45,3% (yoy) dan -3,5% (yoy). DPK bank BUKU II juga masih tumbuh meski melambat menjadi 3,4% (yoy). Berbeda dari yang lain, DPK bank BUKU IV justru mengalami kenaikan 16,8% (yoy).

Jika dilihat menggunakan kacamata industry wide, maka likuiditas perbankan masih tergolong cukup (ample). Hal ini tercermin dari tingkat Loan to Deposit Ration (LDR)-nya. OJK mencatat LDR bank BUKU pada Juli lalu berada di 87,8%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2019 di angka 93,8%.

Bank BUKU III masih menjadi bank yang cenderung memiliki likuiditas ketat. LDR bank BUKU III pada Juli lalu meski menurun tetapi masih mendekati 100%. 

Di sisi lain, kondisi perekonomian yang sedang anjlok membuat kredit bermasalah meningkat. Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) perbankan pada Juli 2020 naik menjadi 3,22% dan ini merupakan level tertinggi sejak Oktober 2016.

Ke depan penyaluran kredit oleh perbankan dinilai masih akan lambat meskipun likuiditas termasuk masih longgar. Masalahnya bukan hanya dari sisi suplai saja tetapi juga demand

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg) Next Article Waduh.. Sisa 2 Bulan Lagi, Dana Covid Baru Habis 66%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular