
Menteri Energi Era Soeharto Kasih Saran ke Pemerintah Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) RI dinilai masih kurang menarik investor. Ditambah lagi dengan kabar adanya perusahaan migas asing berencana hengkang dari negeri ini, maka akan semakin berdampak negatif bagi ikim investasi hulu migas di Tanah Air.
Melihat kondisi ini, Menteri Pertambangan dan Energi ke-9 RI era 1978-1988 Subroto mengatakan, pemerintah perlu pandai dalam memahami fenomena yang terjadi, dan kenapa investor berangsur-angsur meninggalkan Indonesia. Untuk itu, dia pun tak segan memberikan sejumlah masukan bagi pemerintah.
Hal yang perlu diperhatikan pemerintah adalah bagaimana menjaga kepastian kontrak (sanctity of contract). Kepastian kontrak ini menurutnya tercermin dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Menurutnya kepastian kontrak ini diperlukan, apalagi investor asing pasti akan membandingkan peraturan dan kemudahan berinvestasi antara negara satu dan negara lainnya.
"Tentunya investor tidak hanya di Indonesia, mereka ada di Brazil, Mexico, Vietnam, dan lainnya. Mengapa mereka ke sana? Barangkali peraturan di sana lebih menarik," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (28/09/2020).
Selain itu, yang perlu diperhatikan juga yaitu terkait tingkat pengembalian modal investor atau Internal Rate of Return (IRR) dan juga persentase bagi hasil yang diberikan. Misalnya skema bagi hasil 85:15 - di mana 85% dari produksi tersebut merupakan bagi hasil untuk pemerintah sedangkan 15% merupakan hak dari kontraktor - masih dinilai kurang menarik, khususnya di daerah offshore (lepas pantai) yang kondisinya sulit, maka pemerintah perlu mengkaji ulang dan mau mempertimbangkan perubahan persentase bagi hasil tersebut, seperti persentase bagi hasil berubah menjadi 75:15 atau lainnya.
Hal semacam ini menurutnya perlu dilakukan agar investor tidak angkat kaki dari Indonesia.
"Kalau itu masih kurang (bagi investor), boleh kita pikirkan lagi agar bagaimana caranya mereka tetap di Indonesia. Masalahnya, investasi ini tidak hanya berperan dari sisi finansial, tapi besar sekali bagi perekonomian Indonesia. Untuk itu, kita harus open minded dalam berdiskusi dengan mereka," ungkapnya.
Seperti diketahui, pemerintah telah memberikan fleksibilitas dalam pemilihan jenis kontrak bagi investor di hulu migas, yakni investor bebas memilih antara skema Gross Split atau Cost Recovery.
Menurut Subroto kontrak bagi hasil dengan skema Cost Recovery banyak ditiru dan digunakan negara lain seperti di Brazil dan Mexico. Mereka berlomba-lomba menarik investor dengan skema Cost Recovery ini. Subroto mengapresiasi langkah pemerintah membebaskan investor dalam memilih skema kontrak yang cocok.
"Dalam hal ini kebijaksanaan pemerintah untuk tidak menentukan investor baru harus Gross Split, tapi diserahkan ke investor mau pilih mana. Saran saya, jangan bersikeras menganggap pendapat kita paling benar sendiri," jelasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Kata Begawan Energi 'Subroto' Soal Transisi Energi