Pikat Investor, Pemerintah Perlu Berikan Kompensasi Harga EBT

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
25 September 2020 17:35
foto : Dok. ESDM
Foto: Dok. ESDM

Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) tengah dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Salah satu isu penting yang bakal diatur melalui RUU EBT ini adalah harga EBT.

Berdasarkan dokumen RUU EBT yang diperoleh CNBC Indonesia, pada Pasal 47 disebutkan bahwa "Dalam hal harga listrik yang bersumber dari energi terbarukan lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik perusahaan listrik milik negara, pemerintah pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga energi terbarukan dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau badan usaha tersebut."

Apakah artinya ini pemerintah memberikan sinyal untuk pemberian subsidi bagi energi baru dan terbarukan?

Menurut Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Dharma, maksud dalam pasal tersebut bukan lah murni subsidi seperti halnya subsidi listrik yang dialokasikan dalam pos subsidi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan kompensasi.

Makna dari pasal tersebut menurutnya kompensasi terhadap harga EBT yang ditetapkan pemerintah sesuai keekonomian, tetapi masih lebih tinggi dari harga listrik yang dijual kepada masyarakat. Seperti diketahui, harga listrik juga ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian, apabila harga EBT masih lebih tinggi dibandingkan harga listrik yang dijual kepada masyarakat, maka diperlukanlah kompensasi untuk menutup selisih harga ini. Apalagi, harga EBT masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga energi fosil.

"Selisih harga ini akan diberikan kompensasi. Kompensasi ini akan menggunakan dana energi terbarukan yang sumber dan penggunaannya juga diatur dalam RUU EBT ini," paparnya kepada CNBC Indonesia pada Jumat (25/09/2020).

Oleh karena itu, dia mengatakan METI mengusulkan agar besaran kompensasi yang diberikan pemerintah ini diatur oleh sebuah badan usaha khusus pengelola EBT.

Namun sayangnya badan pengelola energi terbarukan yang dimaksud saat ini belum ada di dalam draf RUU EBT tersebut.

"Penetapan besaran kompensasi harus dilakukan oleh Badan Pengelola Energi Terbarukan (BPET) yang dalam draf itu belum dimunculkan," ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, dengan adanya kebijakan kompensasi ini, maka diharapkan akan memberikan daya tarik dan kepastian usaha bagi calon investor maupun pengembang yang telah ada di sektor energi terbarukan di Tanah Air.

"Sehingga ini diharapkan akan dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan," ujarnya.

Menurutnya, sumber dana energi terbarukan diatur dengan jelas baik itu bisa berasal dari alokasi APBN, pungutan ekspor dari sumber daya energi terbarukan, dana lingkungan, dana pembangunan ekonomi hijau, hibah dan lain-lain.

"Tentu saja dana ini harus dikelola oleh BPET dengan profesional dan independen, termasuk bisa dipergunakan untuk Research and Development (R&D), pengembangan SDM dan sebagainya," paparnya.

Sebelumnya, Ketua Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Wiluyo mendukung METI untuk memasukkan badan khusus di dalam RUU EBT. Menurutnya, badan ini diperlukan untuk memastikan efektivitas pengendalian pelaksanaan kegiatan usaha dan pemanfaatan EBT, serta pengelolaan proses transisi EBT untuk menggantikan non EBT secara bertahap.

"Aspek konstitusional yaitu bahwa perlu adanya badan pelaksana EBT, kami sarankan begitu," ujarnya.

Pada Pasal 46 dan 47 RUU EBT ini disebutkan bahwa energi baru dan terbarukan ditetapkan pemerintah pusat berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang wajar bagi badan usaha.

Namun untuk harga energi baru, ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sementara untuk harga energi terbarukan disebutkan terdiri dari beberapa jenis yakni berupa:
- tarif masukan berdasarkan jenis, karakteristik, teknologi, lokasi, dan atau kapasitas terpasang pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan.
- harga indeks pasar bahan bakar nabati
- mekanisme lelang terbaik.

Lalu, dalam Pasal 47 ini juga disebutkan bahwa penetapan harga jual bahan bakar yang bersumber dari energi terbarukan yang dicampur dengan bahan bakar minyak didasarkan pada:
a. biaya pokok produksi
b. harga indeks pasar bahan bakar nabati yang dicampurkan ke dalam bahan bakar minyak
c. biaya distribusi dan pengolahan bahan bakar nabati
d. subsidi negara.

Dan untuk ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif diatur dalam Peraturan Pemerintah.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RUU EBT, Ada Usul Badan Pengelola Energi Terbarukan Dibentuk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular