
9 Negara di Asia Pasifik Ini Punya UU EBT, Indonesia Kapan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kini sedang tancap gas membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Apalagi, UU EBT ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang sudah diputuskan di dalam Rapat Paripurna DPR.
Tapi jangan puas dulu, pasalnya terkait UU khusus mengenai energi baru dan terbarukan, Indonesia masih kalah saing dengan negara-negara di Asia Pasifik lainnya.
Manager Program Transformasi Energi Institute for Essential Service Reform (IESR) Jannata Giwangkara mengatakan dari 13 negara yang ada di Asia Pasifik, sembilan negara di antaranya sudah memiliki undang-undang khusus terkait EBT.
"Australia sejak dua dekade sebelumnya, Jepang juga keluarkan sendiri standar portofolio EBT. Sri Lanka, Mongol dan lain-lain. Bahkan Pakistan dan Mongol yang tidak cukup terdengar sudah punya UU khusus EBT," tuturnya dalam diskusi secara daring dengan tema 'Urgensi Energi Bersih dalam RUU EBT' pada Rabu (23/09/2020).
Rincian sembilan negara yang sudah punya undang-undang khusus energi terbarukan itu di antaranya Australia sudah ada sejak 2000, Jepang pada 2003, Tiongkok pada 2006, Sri Lanka pada 2007, Mongolia pada 2007, Filipina pada 2008, Korea Selatan pada 2010, Pakistan pada 2010, dan Malaysia pada 2011.
Lebih lanjut dia menjelaskan, UU EBT akan mengatur mengenai mekanisme pasar, misalnya tentang standar EBT di dalam portofolio yang ada. Batu bara, imbuhnya, saat ini sudah mulai mengembangkan ke lini bisnis terkait dengan EBT. Menurutnya EBT ke depan bakal menjadi lini bisnis yang menguntungkan.
"Peran UU EBT salah satu poin penting yaitu adanya mekanisme partisipasi dari masyarakat, pembangkit kecil dan terdistribusi berdasarkan potensi energi lokal. Akses dan pendanaan juga dibutuhkan dan akses ke kebutuhan EBT harus didukung dan didorong," jelasnya.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan banyak pihak yang mengusulkan agar dibentuk badan khusus pengelola EBT, sehingga pembentukan badan khusus pengelola EBT ini diminta juga diatur dalam UU EBT.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, dan Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI). Masukan-masukan ini, imbuhnya, akan didiskusikan lebih lanjut bersama pemerintah.
"Ini kan menjadi masukan semua. Kami pasti akan diskusi dengan pemerintah. Bagaimana masukan masyarakat dengan lembaga ini," tuturnya, Selasa,(23/09/2020).
Menurutnya badan khusus ini selanjutnya akan diatur di dalam sebuah ketentuan lebih lanjut, sekaligus untuk mendorong percepatan dari EBT agar penanganan dari EBT ini menjadi fokus dengan program yang riil.
"Intinya, mengawal itu (percepatan pengembangan EBT), termasuk membuat peraturan yang disinkronkan dengan UU-nya," tuturnya.
Berdasarkan dokumen Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan yang diterima CNBC Indonesia, RUU EBT ini terdiri dari 55 pasal yang mengatur mulai dari jenis energi baru dan terbarukan, perizinan, pengusahaan, penyediaan, pemanfaatan hingga harga, pendanaan, serta insentif maupun partisipasi masyarakat untuk pengembangan EBT.
Jenis sumber energi dibagi menjadi dua yaitu Sumber Energi Baru dan Sumber Energi Baru Terbarukan. Pada Pasal 6 RUU EBT ini disebutkan bahwa sumber energi baru terdiri atas nuklir dan sumber energi baru lainnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kadin Curhat Susahnya Bangun Proyek EBT di Indonesia