Demi Dunia Usaha, Revisi UU Kepailitan Mendesak

Yuni Astutik & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
18 September 2020 18:10
Erwin Kallo, Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia. (CNBC Indonesia TV)
Foto: Cornel B. Juniarto, Hermawan Juniarto & Partners Lawyers

Berikut ini 16 rekomendasi lengkap dalam RUU Kepailitan dan PKPU :

1. Persyaratan kepailitan

Pasal 2 ayat (1) Undang - Undang No. 37  Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ("UU KPKPU") yaitu penambahan menjadi 2 (dua) Kreditor dengan dua utang jatuh tempodan  perlu adanya nilai minimum yang dapat diajukan permohonan kepailitan.

2.Pembuktian sederhana

Menghapus ketentuan "harus" dalam ketentuan Pasal 8 ayat (4) UU KPKPU untuk memberikan ruang bagi Hakim untuk menilai tidak hanya secara formal melainkan juga secara material. Selain itu diperlukan adannya pemeriksaan tes likuiditas terhadap Debitur Pailit. 

3. Keadaan Diam Otomatis (automatic stay)

Automatic stay akan berlaku sejak permohonan pailit diterima oleh Ketua Pengadilan. Dalam automatic stay, debitur dapat mengurus harta namun tidak diperbolehkan mengalihkan kepada pihak lain, dan kreditur tidak diperbolehkan mengambil tindakan hukum terhadap harta kekayaan kecuali kreditur pemegang jaminan.

4. Otoritas Jasa Keuangan ("OJK") sebagai pemohon Kepailitan

Kewenangan OJK dalam menjadi pemohon kepailitan lembaga-lembaga keuangan seperti Bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dan perusahaan dana pensiun.

5.Permohonan kepailitan terhadap BUMN

Penambahan pasal tersendiri yang mengatur mengenai kepailitan BUMN yang dimohonkan kepada Pengadilan Niaga oleh Menteri Keuangan terkait dengan kepentingan hidup orang banyak.

6. Kewenangan panitera dalam pemeriksaan permohonan berdasarkan pasal 6 ayat (3) dan 224 ayat (6) UU KPKPU

Mempertegas kewenangan Panitera yang memastikan syarat formal pendaftaran permohonan kepailitan. Hal ini untuk mencegah permohonan yang tidak berdasar secara formal dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) UU KPKPU.

7. Salinan putusan pengadilan

Salinan putusan pengadilan wajib disampaikan melalui surat secara elektronik kepada Kurator, Pemohon, dan Termohon dalam sistem informasi pengadilan pada saat hari dan tanggal putusan dinyatakan di muka persidangan yang terbuka untuk umum.

8. Batas waktu pelaksanaan eksekusi jaminan oleh kreditur serparatis

Pasal 59 ayat (1) UU KPKPU diubah dengan melakukan penambahan waktu penjualan dari 2 (dua) bulan menjadi 4 (empat) bulan.

9. Profesi Kurator/Pengurus: kelembagaan, pengawasan, dan pelaksanaan tugass

Pasal 70 ayat (2) UU KPKPU disesuaikan terkait sumpah jabatan Kurator. Setelah terdaftar, perlu dilakukan sumpah jabatan dihadapan Menteri Hukum dan HAM sebelum menjalankan profesi. Hal tersebut bertujuan untuk menjamin pembinaan dan peningkatan profesionalisme Kurator.

Dalam RUU KPKPU yang baru perlu diatur mengenai pembentukan Majelis Pengawas Kurator yang menyelenggarakan fungsi standardisasi profesi, pembinaan etika profesi kurator dan memberikan rekomendasi kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mengangkat, memberhentikan Kurator dan/atau mencabut izin profesi Kurator apabila melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi Kurator.

Pasal 74 UU KPKPU ditambahkan ketentuan sanksi administratif berupa teguran, pemanggilan, serta penggantian Kurator oleh Hakim Pengawas terkait kewajiban Kurator untuk menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit setiap 3 (tiga) bulan.

Pasal 69 UU KPKPU ditambahkan ketentuan sanksi administratif berupa teguran, pemanggilan, serta penggantian Kurator oleh Hakim Pengawas terkait kewajiban transparansi oleh Kurator dalam mengurus/ membereskan harta kepailitan.

Pasal 167 ayat (2) UU KPKPU disesuaikan terkait cara pembayaran honorarium jasa Kurator. Pembayaran jasa Kurator dibayarkan setelah Kurator menyerahkan laporan dan mengembalikan semua benda, uang, dan dokumen dengan bukti yang sah setelah perdamaian.

10. Sita kepailitan terhadap sita pidana

Pasal 31 ayat (2) UU KPKPU perlu dilakukan perubahan, bahwa semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya jika diperlukan, kecuali sita dalam rangka kepentingan acara pidana.

11. Peringkat Upah dan Hak Pekerja dalam Struktur Kreditur

Penambahan Pasal 39 yang menyatakan (i) upah pekerja didahulukan pembayarannya dari segala jenis tagihan dan kreditor-kreditor lainnya, termasuk dari Kreditur separatis dan tagihan pajak negara dan (ii) hak-hak pekerja lainnya dibayar lebih dahulu dari segala macam tagihan dan kreditor-kreditur lainnya termasuk tagihan pajak negara, kecuali jika Debitor memiliki Kreditur separatis.

12. Renvoi dan gugatan lain- lain

Pasal 68 UU KPKPU ditambahkan ayat yang menentukan jangka waktu untuk mengajukan keberatan (banding) dan berapa lama keberatan harus diputuskan dalam prosedur renvoi.

13 Ketentuan Paksa Badan

Menambahkan ketentuan Pasal 95 UU KPKPU dengan permintaan untuk menahan Debitur pailit, jika permintaan tersebut didasarkan atas alasan Debitur pailit dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban seperti (i) meninggalkan domisilinya tanpa izin (ii) tidak menghadap Hakim Pengawas, Kurator, dan Kreditur apabila dipanggil untuk memberi keterangan (iii) Debitor Pailit tidak hadir sendiri dalam rapat pencocokan piutang.

14. Publikasi kepailitan

Ditambahkan mengenai pengumuman kepailitan/PKPU yang dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Mahkamah Agung dengan sistem elektronik, dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai penyelenggara sistem elektronik.  Pengumuman tersebut sah dan mengikat secara hukum berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

15. Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh Kreditur

Di dalam perubahan UU KPKPU menghapus ketentuan tentang hak Kreditur untuk mengajukan PKPU dalam Pasal 222 ayat (3) UU KPKPU. Dengan demikian, hanya Debitur yang dapat mengajukan PKPU.

16. Kepailitan lintas batas negara

Menambahkan ketentuan mengenai pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta kepailitan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dapat dilaksanakan berdasarkan hubungan timbal balik (resiprokal) atau perjanjian internasional.

(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular