
Permintaan Minyak Turun & Harga Drop, Ini Dampaknya ke RI

Penurunan harga minyak mentah global juga membuat harga minyak mentah domestik tertekan. Indonesian Crude Price (ICP) sempat drop ke US$ 20,66 per barel dari Januari di US$ 65,38 per barel. Kini ICP berangsur membaik dengan ICP Juni mencapai US$ 36,68 (+42%). Kemudian pada Juli naik lagi ke US$ 40,64 per barel.
Penurunan harga minyak ini tentu berdampak pada semua pihak di Tanah Air, baik pemerintah, bank sentral pelaku usaha hingga masyarakat luas. Sebagai net oil importer, penurunan harga minyak memberikan dampak positif bagi Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter Tanah Air.
Kebutuhan devisa untuk mengimpor minyak menjadi berkurang. Dari sisi neraca perdagangan dan transaksi berjalan, penurunan harga serta kebutuhan impor ini pun memberikan dampak yang positif.
Data BPS menunjukkan, impor migas RI bulan Agustus tercatat mencapai US$ 0,95 miliar atau turun 0,88% (mom) dibanding Juli dan anjlok 41,75% (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pada periode Januari-Agustus 2020, RI mengimpor US$ 7,8 miliar minyak mentah dan hasil olahannya. Angka ini turun 25% (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 10,4 miliar.
Hal ini berdampak pada penurunan defisit neraca migas Tanah Air yang semula US$ 6,3 miliar menjadi US$ 4,2 miliar saja untuk periode delapan bulan pertama tahun ini.
Mengecilnya defisit neraca migas ini juga memberikan sumbangsih terhadap penurunan defisit transaksi berjalan (CAD) RI. Pada kuartal kedua CAD membaik menjadi US$ -2,8 miliar atau -1,2% PDB.
Bagi pemerintah, penurunan harga minyak mentah ini memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif penurunan harga minyak tentu membuat kebutuhan anggaran untuk subsidi BBM bisa menjadi lebih ringan.
Namun dampak negatifnya juga banyak. Anjloknya harga minyak mentah membuat penerimaan pajak dari sektor ini juga tertekan. Selain itu investasi migas terutama di sektor hulu juga ikut terdampak negatif.
Hingga Mei 2020, investasi di sektor hulu migas yang sudah terealisasi baru US$ 3,93 miliar. Investasi yang awalnya ditargetkan mencapai US$ 13,8 miliar diperkirakan paling maksimal di angka US$ 11,8 miliar tahun ini.
(twg)