Warning Deflasi RI: Kalau Lihat Pengalaman Jepang, Ngeri Euy!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
09 September 2020 16:02
Mata Uang Yen
Ilustrasi Yen Jepang (REUTERS/Thomas White)

Soal deflasi, bukan hanya jadi penyakit Jepang saja. Saat ini Indonesia pun mengalami periode deflasi. Deflasi di dalam negeri masih menjadi penyakit akut akibat shock pandemi Covid-19.

Dua bulan beruntun Indonesia mencatatkan deflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi bulan Juli sebesar 0,1% (mom) dengan begitu inflasi secara tahunan berada di angka 1,54% (yoy). Kemudian pada Agustus deflasi tercatat sebesar 0,05% (mom) dan inflasi tahunan di angka 1,32% (yoy).

Masalahnya, deflasi kemungkinan masih akan terjadi. Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter di dalam negeri berdasarkan survei pemantauan harganya (SPH) melihat harga-harga masih mengalami penurunan. 

"Penyumbang utama deflasi pada periode laporan antara lain berasal dari komoditas daging ayam ras sebesar -0,05% (mtm), bawang merah sebesar -0,03% (mtm), cabai merah dan telur ayam ras masing-masing sebesar -0,02% (mtm), serta cabai rawit, jeruk, dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,01% (mtm)." tulis BI.

Jika bulan September ini masih terjadi deflasi, maka deflasi genap terjadi tiga bulan berturut-turut atau sepanjang kuartal ketiga tahun 2020. Tipisnya angka inflasi atau malah deflasi bisa terjadi akibat banyak faktor mulai dari pasokan yang terjaga dan ekspektasi inflasi yang terkendali.

Namun inflasi yang rendah atau justru deflasi juga bisa mengindikasikan bahwa ada tekanan dari sisi permintaan juga mengingat output selama masa pandemi juga tak bisa diharapkan. Tekanan demand ini menunjukkan ekonomi RI sedang tidak sehat.

Selama PSBB berlangsung untuk menekan angka kenaikan kasus infeksi Covid-19 dilakukan, banyak pekerja baik di sektor formal maupun informal yang terdampak. Jutaan pekerja harus dirumahkan dan terkena PHK. Imbasnya pendapatan menurun dan daya beli tergerus.

Tekanan terhadap daya beli ini juga bisa diamati dari melambatnya tingkat inflasi inti dalam beberapa bulan belakangan ini. Inflasi inti di bulan Agustus tercatat sudah sangat mendekati angka 2%. Padahal sebelumnya masih berada di angka hampir 3% (yoy).

Salah satu tanda ada masalah dengan daya beli masyarakat RI adalah penjualan ritel yang masih anjlok. BI melaporkan penjualan ritel di bulan Juli masih mengalami kontraksi 12,3% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Daya beli yang tergerus jelas menjadi mimpi buruk bagi RI. Pasalnya lebih dari 55% pos pembentuk output perekonomian (PDB) Indonesia disumbang oleh konsumsi domestik. Ketika konsumsi domestik terkontraksi lebih dari 5% (yoy) pada kuartal kedua, pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama juga menyusut 5,3%(yoy).

Jika pada kuartal ketiga deflasi terus menerus terjadi, bukan tidak mungkin kontraksi konsumsi rumah tangga masih terjadi dan pertumbuhan ekonomi bisa minus lagi. Kalau kuartal tiga minus lagi. Indonesia sah jatuh ke dalam jurang resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular