
Ramalan Sedih Ekonomi Jepang, Tak Bisa Seperti Dulu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Jepang di kuartal II 2020 dilaporkan mencatatkan kontraksi atau -7,9% dalam basis kuartalan (QtQ) pada Selasa (8/9/2020). Angka itu merupakan penurunan terdalam dan lebih buruk dibandingkan dengan pembacaan sebelumnya pekan lalu yang sebesar -7,8%.
Ini adalah kontraksi untuk ketiga kalinya secara berturut-turut. Di kuartal sebelumnya ekonomi -0,6% dan di kuartal IV 2019 ekonomi -1,8%.
Dalam skala tahunan (YoY), ekonomi merosot 28,1% di kuartal April hingga Juni. Ini juga rekor penurunan terdalam, dan lebih buruk dibandingkan dengan perkiraan penurunan 27,8%.
Buruknya kinerja ekonomi terjadi sebagai dampak dari pandemi virus corona (Covid-19). Namun, meski sudah sangat buruk, ekonomi negara itu tidak akan bisa kembali ke ukuran sebelum pandemi tanpa reformasi struktural yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan melawan dampak dari populasi yang menyusut.
"Krisis Covid memperpanjang penundaan dalam menerapkan reformasi dan itu berarti pemulihan ekonomi yang lambat dari rekor kontraksi kemungkinan akan mencapai puncaknya pada tahun 2028 dengan produk domestik bruto (PDB) riil masih di bawah level 2019," menurut ekonom Bloomberg Yuki Masujima.
"Tren pertumbuhan kemudian akan beralih ke penurunan yang stabil dengan ekonomi yang berakhir 16% lebih rendah dari tahun 2019 pada tahun 2050."
Untuk menghindari proyeksi buruk itu, Masujima menyarankan pemerintah Jepang untuk mencari cara untuk membuat output meningkat.
"Proyeksi suram ini menggarisbawahi pentingnya menemukan cara baru untuk memeras lebih banyak output dari sumber daya yang ada," kata Masujima dalam catatannya.
"Karena alasan ini, salah satu risiko terbesar bagi pertumbuhan jangka panjang adalah kegagalan mendorong reformasi struktural."
Lebih lanjut, Masujima mengatakan bahwa pandemi kemungkinan besar akan menunda lebih lanjut beberapa reformasi penting, mulai dari perubahan pasar tenaga kerja sampai konsolidasi fiskal.
"Mengurangi hambatan perdagangan, menarik lebih banyak investasi asing langsung dan meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja adalah beberapa reformasi yang dibutuhkan Jepang," menurut Masujima, sebelum menambahkan penting juga bagi pemerintah untuk mengembangkan kekayaan intelektual dan lebih terbuka terhadap imigrasi.
(res/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Loyo Nobita! Jepang Kontraksi di Q3 2021, Jauh dari Perkiraan
