
Sederet Kasus Polisi AS Tembak Warga Kulit Hitam

Jakarta, CNBC Indonesia - Penembakan warga kulit hitam oleh anggota aparat dan kepolisian kembali terjadi di Amerika Serikat (AS). Setelah terjadi di Kenosha, Wisconsin, lalu Portland di Oregon dan Los Angeles di California, kali ini insiden penembakan terjadi di ibu kota Washington.
Seorang polisi kembali dilaporkan menembak tewas seorang pria kulit hitam yang diketahui bernama Deon Kay (18) pada Rabu (2/9/2020) sekitar pukul 4 sore waktu setempat di Washington.
Polisi mendatanginya di Orange Street Southeast, di sebelah timur Pangkalan Gabungan Anacostia, setelah menerima laporan soal dugaan menyimpan senjata dalam kendaraan yang dibawa Kay dan teman-temannya.
Saat didekati, menurut keterangan polisi, dua orang melarikan diri dengan berjalan kaki. Sementra Kay mengacungkan pistol saat dikejar dengan berjalan kaki. Setelah ditembak, Kay dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal dunia.
Ini merupakan satu dari dua penembakan yang dilakukan petugas polisi di hari yang sama. Polisi juga menangkap Marcyelle Smith (19) dengan tuduhan membawa pistol tanpa izin, serta Deonte Brown (18) dengan tuduhan tidak memiliki izin.
Sehari sebelum penembakan Kay, pada Selasa (1/9/2020), Dijon Kizzee (29) juga ditembak sebanyak 15 hingga 20 kali hingga tewas oleh dua deputi deputi sheriff Los Angeles. Kizzee, yang kala itu sedang mengendarai sepeda, dihentikan oleh sheriff karena dianggap melanggar aturan.
Kizzee sempat melarikan diri, namun para sheriff mengejarnya. Menurut versi Letnan Brandon Dean dari Departemen Sheriff County LA, dikatakan Kizzee sempat memukul salah satu anggota sheriff tersebut. Bungkusan yang ia bawa, berisi pakaian dan pistol semi otomatis hitam, jatuh ke tanah.
Dikatakan juga Kizzee sempat ingin melawan para sheriff yang mengejarnya dengan berusaha mengambil pistol miliknya yang jatuh tersebut. Dean berkata bahwa kedua petugas melepaskan tembakan ketika Kizzee membuat "gerakan bahwa dia akan mengambil senjata api".
Namun tetangga dan saksi kematian Kizzee, Deja Roquemore (31), menyaksikan perkelahian dan penembakan yang terjadi di seberang jalan tak jauh dari lokasi rumahnya.
Roquemore mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat Kizzee melakukan pukulan kepada sheriff, maupun membawa senjata. Sebaliknya, ia melihat Kizzee bukan ancaman dan malah para deputi terus menembaki Kizzee bahkan ketika dia berbaring tak bergerak, telungkup di tanah.
Beberapa minggu sebelum insiden penembakan Kay dan Kizziee, pada Minggu (23/8/2020), punggung Jacob Blake (29) ditembak sebanyak 7 kali hingga ia mengalami kelumpuhan.
Dari video yang direkam seorang saksi yang ada di lokasi, pada saat kejadian, ayah dari enam anak ini ditembak dari jarak dekat oleh polisi sebanyak tujuh kali saat mencoba masuk ke mobil melalui pintu samping pengemudi. Di dalam mobil itu berisi tiga putranya, masing-masing berusia 3, 5, dan 8 tahun.
Blake ditembak karena berusaha "membantu menangani insiden rumah tangga", kata pengacara hak sipil Benjamin Crump. NBC News melaporkan, polisi Kenosha telah merilis beberapa rincian selain pengakuan bahwa petugas menanggapi insiden rumah tangga pada pukul 05:11 Minggu sore itu hingga memicu penembakan.
Raysean White, yang merekam video tersebut, mengatakan dia mendengar polisi menyuruh Blake untuk "menjatuhkan pisaunya". Namun White yang berusia 22 tahun mengatakan dia tidak melihat Blake memegang pisau, dan tidak tahu apakah Blake membawa pisau.
Kay, Kizziee, dan Blake bukan satu-satunya warga kulit hitam yang ditembak atau diperlakukan tidak manusiawi oleh petugas polisi, yang kebanyakan adalah warga kulit putih. Sebelumnya ada George Floyd, Breonna Taylor dan Trayford Pellerin, yang tinggal berbeda wilayah, tewas di tangan anggota polisi.
Para pengunjuk rasa marah dan mengecam tindakan kekerasan polisi di berbagai wilayah di AS yang dianggap rasis. Polisi dianggap senang menyerang warga kulit hitam.
David C. Crowley, Kepala Eksekutif Pemerintahan Kota Milwaukee di negara bagian Wisconsin, sempat mengatakan jika orang kulit hitam tidak diakui sebagai manusia di AS.
"(Ini) akibat rasisme sistemik. Pada akhirnya, orang kulit hitam tidak dikenali sebagai manusia. Fakta bahwa kita tidak bisa berjalan di taman, tidak bisa barbekyu di taman, tidak bisa mengamati burung dan terus diganggu oleh individu atau penegak hukum. Itu menakutkan bagi kami," kata Crowley, dikutip dari CNN Internasional.
Pada Juni lalu, Dewan Hak Asasi Manusia PBB juga sepakat untuk mengadakan debat mendesak terkait tuduhan "rasisme sistemik, kebrutalan polisi dan kekerasan terhadap protes damai" di Amerika Serikat dan di sejumlah wilayah lain. Keputusan itu atas permintaan Burkina Faso sebagai tanggapan atas kematian George Floyd.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kacau! Aparat AS Tembak Pria Kulit Hitam 20 Kali hingga Tewas
