Draf RUU Amandemen BI

Dewan Moneter Hidup Lagi? Amandemen UU BI 'Rasa Orde Baru'

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 September 2020 13:28
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Gedung BI (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Santer beredar kabar bahwa pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengubah Undang-undang (UU) Bank Indonesia (BI). Disebut-sebut bahwa amandemen UU BI beraroma 'lawas'.

Setidaknya ada dua poin utama amandemen UU BI. Pertama adalah perubahan fungsi.

Sebagai buah reformasi, fungsi BI dibuat sangat khusus. Dalam UU No 23/199 yang diubah dengan UU No 3/2004, tujuan BI intinya hanya satu yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai tukar dicapai dengan kebijakan moneter yang berkelanjutan, konsisten, dan transparan.

Namun dalam rencana aman amandemen UU BI, ada wacana untuk menambah mandat bank sentral yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Ini akan membuat tugas dan fungsi BI akan serupa dengan bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) atau bank sentral Malaysia (Bank Negara Malaysia/BNM).

The Fed, selain menjaga kestabilan harga, juga punya tugas untuk mencapai penciptaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment). Sementara BNM diberi mandat untuk menjaga dan meningkatkan stabilitas moneter dan sistem keuangan, menjaga kemajuan sektor finansial, serta mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi kepentingan bangsa.

Sebenarnya kalau mengacu ke UU 13/1968, tugas dan fungsi BI sama seperti The Fed atau BNM. Pasal 7 UU tersebut menyatakan tugas pokok BI adalah membantu pemerintah dalam:

  1. Mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
  2. Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.

Oleh karena itu, wacana menambah tugas BI seakan kembali ke masa Orde Baru. Masa di mana BI belum menjadi institusi yang independen, masih bertugas membantu pemerintah.


HALAMAN SELANJUTNYA >> Dewan Moneter Bangkit dari Kubur

Kedua, ada pandangan untuk membentuk Dewan Moneter yang akan membantu pemerintah dan BI dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter. Dewan Moneter memimpin, mengkoordinasikan dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Nantinya, Dewan Moneter terdiri Menteri Keuangan sebagai ketua, satu orang menteri di bidang perekonomian, Gubernur BI dan Deputi Senior BI, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika dipandang perlu, maka pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasihat Dewan Moneter.

Di UU No 23/1999 dan UU No 3/2004, tidak ada yang namanya Dewan Moneter. Namun kalau melihat UU No 13/1968, barang itu ada di sana.

Dalam pasal 8 ayat (2) UU 13/1968 disebutkan bahwa dalam menetapkan kebijakan, pemerintah dibantu oleh Dewan Moneter. Lalu pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

  1. Dewan Moneter membantu Pemerintah dalam merencanakan dan menetapkan kebijaksanaan moneter seperti termaksud dalam Pasal 8, dengan mengajukan patokan-patokan dalam rangka usaha menjaga kestabilan moneter, kepenuhan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup rakyat.
  2. Dewan Moneter memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

Kemudian di pasal 10 disebutkan bahwa Dewan Moneter terdiri dari tiga orang yaitu menteri-menteri yang membidangi keuangan dan perekonomian serta Gubernur BI. Jika dipandang perlu, pemerintah dapat menambah beberapa menteri sebagai anggota penasihat Dewan Moneter. Sementara di pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan.

Di pasal 13 tersirat bahwa posisi Gubernur BI sebenarnya agak lemah. Ayat (2) pasal itu menulis apabila Gubernur tidak dapat memufakati hasil musyawarah Dewan Moneter, maka dia dapat mengajukan pendapatnya kepada pemerintah.Ada nuansa pemerintah lebih dominan.

Oleh karena itu, tidak heran amandemen UU BI terlihat 'retro'. Wacana ini seakan ingin mengembalikan fungsi dan tugas BI seperti masa Orde Baru.

HALAMAN SELANJUTNYA >> Dewan Moneter di RUU Amandemen BI, Diketuai Menkeu

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah menyusun draf RUU Bank Indonesia (BI). Pembahasan awal secara internal pun telah dilakukan oleh anggota dewan.

Dari bahan rapat Baleg yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (1/9/2020), tertulis bahwa pasal 9 di UU BI nomor 23/1999 berisi mengenai pihak lain tidak bisa ikut campur dalam pelaksanaan tugas BI akan dihapuskan. Pasal tersebut akan diganti dengan pasal baru yakni 9A, 9B dan 9C.

Pasal baru dalam draf RUU ini akan diubah bahwa pemerintah akan ikut dalam pelaksanaan tugas dengan membentuk dewan moneter. Tugasnya adalah membantu pemerintah dan BI dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan.

"Dewan Moneter memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian," tulis draf tersebut.

Adapun dewan moneter akan berisi lima (5) anggota yaitu:
1. Menteri Keuangan sebagai ketua dewan,
2. Satu orang menteri yang membidangi perekonomian,
3. Gubernur BI,
4. Deputi Gubernur Senior BI, serta
5. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Namun, jika diperlukan maka Pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter. Adapun Sekretariat Dewan Moneter diselenggarakan oleh BI.

Dewan Moneter pun diwajibkan melakukan sidang minimal dua kali sebulan atau sesuai kebutuhan jika ada situasi mendesak.

HALAMAN SELANJUTNYA >> BI Kembali Awasi Bank

Dari bahan rapat Baleg yang diterima CNBC Indonesia, salah satu yang akan diubah berada di pasal 34 yang berisi "Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang" yang saat ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam RUU terbaru ini, pengawasan bank akan dikembalikan kepada BI. Pengalihan kewenangan harus dilakukan paling lama 31 Desember 2023.

"Ya di antaranya mengenai OJK mengawasi sektor keuangan di luar perbankan dan ini baru draf usulan. Masih perlu diperdalam lagi," kata Baidhowi.

Proses pengalihan kembali fungsi pengawasan bank dari OJK kepada BI dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada DPR.

Kemudian, ada pasal 9 yang mengatakan bahwa pihak lain dilarang ikut campur tangan terhadap tugas BI akan dihapus dan akan diganti menjadi pasal 9A, 9B dan 9C. Pasal tambahan ini berisi mengenai Pemerintah bisa ikut campur dalam pelaksanaan tugas BI.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular