Airlangga Buka-bukaan Soal Perombakan BI-OJK Satu Komando

Jakarta, CNBC Indonesia - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk reformasi sistem keuangan tengah diramu oleh pemerintah saat ini. Perppu ini diharapkan bisa memperkuat stabilitas sistem keuangan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan ada hal yang harus disederhanakan dalam kebijakan makroprudensial yang ada di bawah pengawasan Bank Indonesia (BI) dan mikroprudensial yang ada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pemerintah ingin agar kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial bisa dalam satu komando. Sehingga tidak ada gap atau jarak di kedua kebijakan tersebut.
"Kalau ada gap di keduanya, seperti mur yang agak longgar, kalau lepas cukup berbahaya," jelas Airlangga saat wawancara eksklusif dalam program Squawk Box CNBC Indonesia TV, Rabu (26/8/2020).
Airlangga mengungkapkan dalam pengkajian saat ini, pemerintah akan melihat seluruh arsitektur ketahanan yang ada di BI, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Serta juga akan melihat dari sisi Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), dan terkait perbendaharaan negara untuk bisa menjadi satu bagian dalam pengawasan.
"Bagaimana seluruh sistem bisa jadi sesuatu yang seamless [berjalan mulus]. Kalau situasi tertentu bisa langsung mengintegrasikan," tuturnya.
Selama ini, apabila ada satu kebijakan yang harus dilakukan bersamaan untuk menjaga perekonomian RI, baik instansi pemerintah dan otoritas terkait, harus dilakukan dengan penandatanganan nota kesepahaman.
Kenapa mesti harus melalui nota kesepahaman, karena selama ini kata Airlangga masing-masing instansi pemerintah dan otoritas memiliki peraturan undang-undang yang berbeda.
Pemerintah ingin, di masa yang akan datang, apabila ada satu kebijakan makroprudensial yang harus dilakukan, maka kebijakan di mikroprudensialnya bisa dengan cepat mengikuti kebijakan tersebut, atau juga sebaliknya. Sehingga tidak perlu ada lagi perjanjian-perjanjian nota kesepahaman.
Pemerintah berencana untuk bisa mengatur kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial tersebut di dalam satu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Kalau misalnya misalnya mikroprudensial mengatakan posisinya A, maka di Bank Indonesia, makroprudensialnya bisa mendorong penilaiannya sama. Ini yang sedang dipelajari pemerintah, termasuk apabila ada perundang-undangan yang perlu diperbaiki, ya diperbaiki," tutur mantan Ketua Asosiasi Emiten Indonesia ini.
"Dalam keadaan undang-undang yang membatasi, jembatannya dengan MoU [nota kesepahaman]. Ke depan ini safety belt itu seemless. Gak perlu ada MoU, tapi langsung ada safety belt," kata Airlangga melanjutkan.
Pemerintah beranggapan peraturan yanga ada di undang-undang otoritas terkait, terutama BI saat ini membuat pemerintah sulit untuk mengintegrasikan kebijakan fiskal dan moneter.
Menurut Airlangga, BI sebagai bank sentral setidak bisa ikut membantu pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi, tugasnya bukan hanya berkutat dalam kebijakan moneter dan inflasi saja, tapi juga bisa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Sekarang di kita, bank central memperhatikan terkait dengan pergerakan kurs dan inflasi. Tentu perlu ada penambahan-penambahan agar pertumbuhan bisa termonitor juga."
"Dalam perekonomian, dilihat dari kualitas pertumbuhan [ekonomi], inflasi, currency, dan pengangguran atau uneployment. Keempat fungsi ini harus menjadi bagian yang diperhatikan oleh bank central, seperti bank central di negara lain," jelas Airlangga.
Oleh karena itu, saat ini undang-undang BI kata Airlangga akan dirombak. BI pun kata dia sudah mengajukan UU BI untuk direvisi dan masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR.
"Ini yang sedang dipelajari pemerintah, termasuk apabila ada peurundang-undangan yang perlu diperbaiki, ya diperbaiki. BI juga sudah mengajukan Undang-undang BI untuk jadi prolegnas. Ini momentum untuk memperbaiki bukan hanya untuk memperbaiki BI tapi sistem keuangan," tuturnya.
Sebagai catatan, situs BI menyebut, kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang memiliki tujuan utama untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan peningkatan risiko sistemik.
Sementara itu, mikroprudensial adalah kebijakan yang kini ada di OJK sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, yang bertindak sebagai pengawas dan pengatur kelembagaan bank, pengawas dan pengatur mengenai kesehatan bank, serta pengawas dan pengatur tentang kehati-hatian bank dalam menjalankan bisnis.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Airlangga: Regulasi Makro & Mikro Bakal Dibuat Satu Komando