Apa Anda Setuju Kalau Pemerintah Dinilai Gagal Tangani Covid?

News - Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
24 August 2020 08:10
Sebanyak 150 orang pedagang pasar tradisional menjalani Swab COVID-19 yang dilakukan oleh puskesmas Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat. 17/6/20. CNBC Indonesia/Tri Susilo

Swab COVID-19  dilaksanakan oleh pihak Puskesmas Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat pada Rabu (17/6/2020) mulai pukul 08.00 hingga selesai. Seluruh petugas medis yang melaksanakan Swab test juga dibekali alat pelindung diri (APD) lengkap.

Foto: Swab Test Pedagang Pasar Pluis (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia disebut gagal menangani corona. Hal ini setidaknya ditulis Reuters dalam laporannya 20 Agustus lalu.


Salah satu bukti kegagalan, disebut media itu, adalah angka kematian akibat Covid-19 yang tinggi bahkan tertinggi di Asia Tenggara. Media itu menyebut meski sudah tinggi -mencapai 6.680 - angka sebenarnya bisa tiga kali lipat jika memperhitungkan orang yang meninggal dengan gejala Covid-19 tapi belum di test.


Menurut laporan Reuters, ada beberapa hal yang membuat kasus-kasus baru terus bermunculan secara signifikan di Indonesia. Termasuk tidak adanya langkah tegas untuk melakukan penguncian (lockdown) di saat kasus terus meningkat pesat.

Namun, penasehat pemerintah menegaskan keputusan Indonesia untuk tidak melakukan penguncian penuh didorong oleh masalah ekonomi dan keamanan.

Oleh karenanya, negara mendesak masyarakat untuk memakai masker, mencuci tangan, dan melakukan jaga jarak sosial saat bekerja, bepergian, dan bersosialisasi.


"Argumennya adalah kami tidak sanggup (melakukannya)," kata penasihat pemerintah Soewarta Kosen pada media ini. "Kami takut akan terjadi kerusuhan sosial."

Selain itu Reuters menyebut kegagalan juga terjadi karena para pejabat negara telah kerap kali menganjurkan sesuatu yang tidak berbasis ilmiah untuk menangkal penyebaran wabah mematikan tersebut.

Salah satu bukti terbaru terjadi pada pekan lalu, di saat salah satu menteri menyebut bahwa jamu jus manggis sebagai obat virus corona.

Di sisi lain, tingkat pengujian corona di RI termasuk yang terendah di dunia. Negara terpadat keempat di dunia ini juga memiliki angka pelacakan kontak yang sangat rendah.

Melansir data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Reuters menulis, penyebaran Covid-19 meningkat hampir 25% di luar ibu kota Jakarta. Padahal angka di atas 5% berarti wabah tidak terkendali.

"Virus ini sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Yang kami lakukan pada dasarnya adalah kekebalan kawanan (herd immunity). Jadi, kita harus menggali sangat banyak kuburan," kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pengembangan Veteran Nasional Prijo Sidipratomo.


Herd immunity merupakan skenario di mana sebagian besar populasi dibiarkan tertular virus dan kemudian kekebalan yang meluas diharapkan bisa menghentikan penyebaran penyakit.


Indonesia yang saat ini memiliki 153.535 kasus Covid-19 dari 270 juta populasinya, masih bisa disebut memiliki sedikit kasus jika dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS), Brasil, dan India yang memiliki jutaan kasus.



Total kasus Indonesia juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Filipina, yang memiliki kurang dari setengah populasi Indonesia. 


Tetapi jumlah kasus corona sebenarnya di Indonesia mungkin masih banyak yang tidak terdeteksi karena angka pengujian RI jauh lebih rendah. India dan Filipina telah melakukan pengujian per kapita empat kali lebih banyak dari RI, sementara Amerika Serikat menguji 30 kali lebih banyak.



Statistik dari Our World in Data, sebuah proyek penelitian nirlaba yang berbasis di Universitas Oxford, menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-83 dari 86 negara yang disurvei dalam hal melakukan tes per kapita secara keseluruhan.

Sejak Pertama?

Reuters menulis kegagalan pemerintah menangani kasus juga telah terjadi sejak pertama kali wabah masuk. Sebanyak lebih dari 20 pejabat pemerintah, manajer laboratorium uji, dan pakar kesehatan masyarakat mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah Indonesia lambat menanggapi dan enggan mengungkapkan apa yang diketahuinya kepada publik.

Dua orang sumber yang memiliki akses ke data penyebaran corona di RI, mengatakan kepada Reuters bahwa pada dua minggu pertama bulan Maret, pemerintah menyembunyikan setidaknya setengah dari angka infeksi harian yang terkonfirmasi. Kedua orang tersebut juga mengatakan bahwa mereka kemudian dilarang melihat data mentah.

Pada 13 Maret, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah menahan informasi agar tidak menimbulkan kepanikan.

Kegagalan juga terlihat dari upaya pemerintah yang lebih banyak melakukan pengujian dengan alat uji cepat (rapid test) dibandingkan menggunakan uji polymerase chain reaction (PCR), langkah yang disarankan WHO.

Hasil uji rapid test kurang akurat dibandingkan metode PCR, menurut hasil studi ilmiah. Itu dikarenakan rapid test menguji menggunakan sampel darah untuk antibodi, sementara PCR, menguji cairan dari hidung atau tenggorokan untuk mengetahui materi genetik.

Pada pertengahan April, pemerintah provinsi mengatakan rapid test di provinsi di Jawa Barat, Bali, dan Yogyakarta menghasilkan ratusan negatif palsu dan positif palsu.

Tetapi hingga kini tes tersebut terus digunakan secara luas hingga kini meski pada bulan Juli, pemerintah Indonesia juga telah secara resmi menyarankan pemerintah provinsi dan lainnya untuk tidak menggunakan rapid test untuk tujuan diagnostik dalam pedoman terbaru untuk pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Pemerintah pusat tidak mengungkapkan tingkat rapid test nasional. Tetapi data dari Jawa Barat, provinsi terbesar di Indonesia yang memiliki 50 juta penduduk, menunjukkan bahwa mereka telah melakukan rapid test 50% lebih banyak daripada tes PCR.



[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Covid RI Rekor Lagi! Kasus Baru Tembus 3.308 Sehari


(res)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading