
Terungkap! di Balik Bangkrutnya Resor Mewah di Bintan

Jakarta, CNBC Indonesia - Resor mewah dan terbesar di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau yakni Bintan Lagoon Resort harus gulung tikar. Resor ini sempat menjadi andalan dan nyaman untuk dikunjungi, banyak ekspatriat dari beberapa negara sekitar yang berkunjung, seperti Singapura dan Malaysia.
Namun di balik hal fenomenal itu, ternyata tempat ini dikabarkan sudah mengalami kerugian dalam beberapa waktu terakhir.
"Resor itu sebenarnya sebelum pandemi, dia udah alami kerugian, ditambah pandemi covid-19 makin parah. Sekarang sedang proses PHK (pemutusan hubungan kerja), Yang jelas diproses Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) pesangon karyawannya," Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/8).
Mengenai kelanjutan nasib dari destinasi wisata tersebut, belum diketahui secara pasti. Ada kemungkinan pindah tangan, meskipun dalam kondisi saat ini, banyak pelaku usaha lebih memilih untuk menahan dananya untuk membeli aset baru.
"Kemungkinan tutup atau dijual ke pihak lain bisa saja, di Bintan biasanya pakai kontrak jangka panjang, misal per 30 tahun," katanya.
Kondisi serupa ternyata banyak dialami oleh pelaku usaha pariwisata lain. Penyebabnya adalah okupansi hotel atau tempat sejenis yang sangat minim.
"Boleh dikatakan, hunian hanya terisi 10-20 kamar dari ratusan kamar. Itu pun umumnya diisi mereka yang bukan liburan, namun karena urusan kerja seperti ekspatriat dari Malaysia atau Singapura," jelas Rafki.
Kondisi kian diperparah dengan adanya imbauan dari beberapa negara sekitar, yakni lebih selektif dalam masuk dan keluar negeri. Meskipun kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tidak ada himbauan dalam melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Nggak ada larangan masuk untuk turis, yang menutup pintu itu Singapura sendiri, Malaysia juga gitu, kapal Ferry masih ada setiap hari tapi lebih jarang. Biasanya digunakan oleh tenaga kerja," sebutnya.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan sebelum pandemi, dimana Kepulauan Riau sangat mengandalkan pariwisata untuk hidup.
"Sebenarnya cukup bagus sebelum pandemi, target rata-rata pengunjung sekitar 2 juta, Kepulauan Riau termasuk nomor tiga di Indonesia. Setelah Bali, DKI, baru Kepulauan Riau. Setelah pandemi covid-19 jauh berbeda," katanya.
Kasus Resor Bintan Hanya Potret Kecil
Ia menilai konstraksi ekonomi yang sangat dalam di daerah Kepulauan Riau disebabkan menurunnya geliat pariwisata. Meski tidak menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), namun kunjungan wisata sudah jauh berbeda di Kepulauan Riau.
"Pertumbuhan ekonomi kita perkirakan di triwulan kedua -4%. Tapi faktanya, kontraksi sampai -6,6%. Ini kita liat bahwa kenapa dalam? Ternyata sektor pariwisata yang terkena dampak, 96% penurunannya, sementara sektor ini terkait banyak turunan, semisal transportasi, spa, mall, ritel. Sementara, nggak ada lagi wisatawan mancanegara mulai Maret," katanya.
Ambruknya pariwisata yang menjadi andalan membuat kontraksi sangat dalam. Bintan Lagoon Resort menggambarkan bagaimana pariwisata kian terpukul. Padahal, destinasi wisata ini sebetulnya menjadi andalan dan nyaman untuk dikunjungi.
Saat kondisi pariwisata mengkhawatirkan, maka hal berbeda justru terjadi pada sektor lain, di antaranya manufaktur yang bisa menjadi andalan.
"Manufaktur masih tumbuh sekitar 1,6%, bahkan sebenarnya perusahaan manufaktur ada yang membuka lapangan kerja, tenaga kerja baru ada yang buka sejak Juli lalu. Selain itu termasuk bansos, telekomunikasi," jelasnya
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Hotel Baru Mau Napas, Eh Omicron Ngamuk!