
RI Masuk Resesi Teknikal, Negara Ini Sudah Lebih Dulu!

Jakarta, CNBC Indonesia - Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencatatkan kontraksi atau pertumbuhan negatif di kuartal II-2020, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Rabu (5/8/2020).
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan PDB Indonesia periode April-Juni 2020 terkontraksi -5,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY).
"Terjadi kontraksi dalam, PDB Q1 kita sudah turun dalam meski year on year masih positif. Dan PDB kuartal II kontraksi negatif 5,32% (year on year)," kata Suhariyanto.
Sementara dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ), PDB kuartal II-2020 ini mengalami kontraksi -4,19%.
Dua kontraksi beruntun secara QtQ membuat Indonesia bisa dibilang sudah masuk ke fase resesi teknikal (technical recession). Pasalnya pada Kuartal I-2020 secara QtQ PDB Indonesia minus 2,41%.
Pada semester I-2019, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh positif 5,06%.
Sebagai informasi, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi Tanah Air terkontraksi -4,53% YoY dan -2,89% QtQ. Untuk keseluruhan 2020, konsensus yang terbentuk adalah kontraksi -0,155%.
Namun demikian, Indonesia bukan negara pertama yang mencatatkan kontraksi ekonomi dua kuartal berturut-turut di tengah merebaknya wabah virus corona (COVID-19). Sebelumnya, berbagai negara besar seperti Singapura juga telah mencatatkan resesi.
Berikut beberapa negara yang sudah masuk jurang resesi baru-baru ini:
Uni Eropa
Uni Eropa mengalami resesi terdalam bahkan terburuk selama 25 tahun terakhir.
PDB kawasan berkontraksi atau minus hingga 11,9% di kuartal II 2020 ini secara tahun ke tahun (YoY). Sebelumnya di kuartal pertama ekonomi UE juga -3,2%.
Di basis kuartalan (QtQ), ekonomi UE -14,4% di kuartal II 2020. Ini juga menyusul pencapaian buruk di kuartal sebelumnya -2,7%.
Amerika Serikat
Perekonomian negeri Paman Sam tersebut -32,9% pada periode April - Juni. Kontraksi ini jauh lebih tajam dari kuartal I yang tercatat -5%. Demikian laporan dari Departemen Perdagangan AS yang baru dirilis, Kamis (30/7/2020) dilansir langsung dari CNBC International.
Kontraksi tajam terjadi dalam konsumsi, ekspor, hingga investasi dan pengeluaran pemerintah. Terlihat, spending yang tergelincir cukup dalam adalah health care atau kesehatan dan barang-barang seperti pakaian dan alas kaki. Sementara penurunan investasi terdalam diakibatkan oleh loyonya sektor otomotif.
Hong Kong
Hantu resesi belum meninggalkan Hong Kong. Ekonomi kota di bawah China itu kembali mengalami kontraksi atau -9% di kuartal-II 2020 secara tahun ke tahun (YoY) dari data Rabu (29/7/2020).
Ini adalah kontraksi empat kuartal berturut-turut untuk pusat ekonomi global ini. Di mana aktivitas ekonomi sudah susut sejak pertengahan 2019, saat protes besar-besaran massa anti Beijing terjadi.
Meski begitu, data terbaru menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding kuartal-I 2020, -9,1% (YoY). Di basis kuartalan (QtQ), ekonomi - 0,1% di kuartal II-2020 ini.
"Ekonomi Hong Kong stabil pada kuartal terakhir ini karena stimulus fiskal dan permintaan yang lebih kuat di China mengimbangi konsumsi dan investasi yang melemah," kata Ekonom China untuk Capital Economics dalam sebuah catatan ditulis CNN Business.
Meski demikian, ancaman gelombang kedua Covid-19 harus diwaspadai. Beberapa pekan ini, kasus Covid-19 Hong Kong naik setelah mampu mengendalikan virus tiga bulan lalu.
"Jalan bergelombang menuju pemulihan" kata Kepala Keuangan Hong Kong Paul Chan dalam sebuah postingan blognya.
"Terulangnya epidemi lokal baru-baru ini, menunjukkan bahwa mungkin diperlukan waktu lama untuk ekonomi lokal pulih."
Hong Kong mendapat tekanan berat saat ini. Bukan hanya soal politik dan Covid-19, Hong Kong juga dijadikan hotspot perselisihan China dan AS.
Korea Selatan
Pada pekan lalu, Bank of Korea mengumumkan bahwa produk domestik bruto (PDB) negara itu secara kuartalan (QtQ) pada kuartal II 2020 tercatat -3,3%. Pada basis yang sama di kuartal I sebelumnya, ekonomi -1,3%.
Kontraksi ini adalah yang paling tajam sejak kuartal-I 1998. Perlambatan ini juga lebih parah dari polling Reuters 2,3%. Sementara secara tahunan (YoY), PDB negara ini minus 2,9% dari periode yang sama tahun lalu. Namun, ekonomi masih tumbuh di kuartal-I 1,4%. Penurunan ini terbesar sejak kuartal-IV tahun 1998. Ini juga lebih buruk dari polling Reuters 2%.
Menurut analis, penyebab dari perlambatan itu adalah karena tingginya tingkat ketergantungan negara pada perdagangan global, yang sangat terganggu selama banyak penguncian diberlakukan berbagai negara. Ekspor yang menyumbang 40% ekonomi, turun 16,6%.
"Saat pengeluaran konsumen seharusnya pulih bertahap, ancaman dari virus belum pudar sepenuhnya," kata Ekonom Capital Economics Asia Alex Holmes dikutip Reuters.
Menteri Keuangan Korsel Hong Nam-ki mengatakan ekonomi kemungkinan akan pulih pada kuartal-III. Sebelumnya IMF memperkirakan ekonomi Korsel akan berkontraksi 2,1% di 2020.
"Mungkin ... melihat rebound seperti China pada kuartal-III ketika pandemi melambat dan aktivitas produksi di luar negeri, sekolah dan rumah sakit berjalan lagi," katanya.
Singapura
Singapura juga resmi resesi setelah perekonomiannya tertekan cukup dalam. Pengumuman ini disampaikan melalui Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) Singapura, Selasa (14/7/2020).
Secara kuartalan, ekonomi Singapura di kuartal II 2020 berkontraksi atau minus 41,2%. Sementara secara tahunan, PDB anjlok 12,6%.
Ini melebihi survei sejumlah lembaga dan ekonom. Corona memukul keras ekonomi Singapura yang fokus pada perdagangan.
MTI pun memperkirakan ekonomi negeri itu dalam setahun bisa berkontraksi di rentan. 7-4%. Ini menjadi resesi terburuk bagi negeri kota itu sejak 1965.
(res/res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cerita Bagaimana Resesi Teknikal Terjadi di RI
