Gegara Emas Rekor Lagi, Dolar Australia Naik ke Rp 10.425

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 August 2020 13:57
Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah pada perdagangan Rabu (5/8/2020) padahal dolar Amerika Serikat dan Singapura sedang melemah di hadapan mata uang Garuda.

Kenaikan harga emas hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa menjadi salah satu alasan kuatnya dolar Singapura.

Pada pukul 13:10 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.435,36, dolar Australia menguat 0,1% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di saat yang sama dolar AS melemah 0,21% dan dolar Singapura 0,08% melawan rupiah.

Kemarin harga emas dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah US$ 2.019,5/troy ons. Tetapi, kurang dari 24 jam, rekor baru sudah tercipta. Pagi tadi emas dunia melesat naik ke US$ 2.030,72/troy ons, sebelum terkoreksi turun akibat aksi ambil untung (profit taking).

Kemungkinan digelontorkannya stimulus fiskal tambahan di Amerika Serikat, guna membangkitkan perekonomian yang mengalami resesi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Stimulus tambahan tersebut artinya perekonomian akan kembali dibanjiri likuiditas, sehingga muncul risiko inflasi yang menjadi "bahan bakar" emas untuk terus melesat.

Emas merupakan salah satu komoditas ekspor terbesar Australia, sehingga kenaikan harganya tentunya akan menambah pendapatan negara. Berdasarkan data dari Departemen Hubungan Luar Negeri dan Perdagangan, emas berkontribusi sebesar 4,8% dari total ekspor Australia di tahun 2018, dan berada di urutan ke enam komoditas ekspor terbesar.

Selain emas dunia, harga bijih besi yang merupakan komoditas ekspor terbesar Australia, berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor, juga diramal akan mengalami peningkatan harga. Sebabnya, indeks dolar AS yang terus menurun.

Harga komoditas dunia dibanderol dengan dolar AS, kala mata uang Paman Sam tersebut melemah, harganya menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berpeluang meningkat. Kala permintaan meningkat, harga komoditas pun akan naik, pendapatan Australia akan meningkat dan mata uangnya menguat.

Selain itu, Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) yang mengumumkan kebijakan moneter status quo alias tidak berubah dari sebelumnya membuat dolar Australia kembali perkasa.

RBA mempertahankan suku bunga sebesar 0,25% dan program pembelian obligasi pemerintah (quantitative easing/QE) di pasar sekunder agar yield tenor 3 tahun berada di dekat 0,25%.

Tak ada indikasi suku bunga akan kembali diturunkan atau penambahan nilai QE, sehingga tekanan bagi dolar Australia akibat bertambahnya jumlah uang beredar menjadi mereda.

Perekonomian Australia diramal akan mengalami kontraksi terburuk sejak 1930 di tahun ini. Produk domestik bruto (PDB) di tahun ini diramal minus 6%, tetapi di tahun depan diprediksi tumbuh 5%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular