Internasional

Pecah Rekor, Hong Kong 'Full Setahun' Resesi

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
30 July 2020 12:22
A Chinese national flag and a Hong Kong flag flutter at the Government of Hong Kong Special Administrative Region office building in Beijing, Tuesday, June 30, 2020. Hong Kong media are reporting that China has approved a contentious law that would allow authorities to crack down on subversive and secessionist activity in Hong Kong, sparking fears that it would be used to curb opposition voices in the semi-autonomous territory. (AP Photo/Andy Wong)
Foto: China sahkan hukum keamanan nasional Hong Kong. (AP/Andy Wong)

Jakarta, CNBC IndonesiaHong Kong sepertinya mencetak rekor. Pasalnya, wilayah ini konsisten mencatatkan resesi terpanjang untuk empat kuartal berturut-turut.

Sebagaimana diketahui, pada tahun lalu pusat keuangan Asia ini telah masuk ke dalam resesi akibat ekonominya terdampak demo berkepanjangan yang terjadi sejak Juni tahun lalu. Setelahnya, ekonomi kota milik China ini makin tertekan karena dampak perang dagang AS-China dan merebaknya wabah virus corona (Covid-19).

Bagaimana ceritanya?

Ekonomi Hong Kong sebenarnya sudah mulai terlihat menurun sejak kuartal II 2019. Secara basis kuartalan (QtQ), ekonomi negara itu minus 3,8%.

Ini adalah untuk pertama kalinya pada saat itu, pusat keuangan global ini mencatatkan kontraksi. Meski demikian, dibasis tahunan (YoY), angkanya masih mengalami pertumbuhan 0,4%.

Namun alih-alih bisa dibendung, demo yang dimulai pada Juni 2019, makin memperburuk keadaan. Saat itu, demo dilakukan warga untuk menuntut pembatalan pemberlakuan UU Ekstradisi pelaku kriminal kota itu ke China.

Pada kuartal III-2019, pembacaan awal menunjukkan ekonomi kota itu kembali mencatatkan perlambatan. Di mana ekonomi minus -2,8% (YoY).

Demo kerap diselingi aksi anarkis dan bentrokan dan berlangsung hampir setiap akhir pekan sepanjang sisa akhir tahun 2019. Demo kemudian berubah menjadi unjuk rasa anti pemerintah, dan membuat gangguan muncul di mana-mana di kota itu.

Selain demo, dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China juga turut membebani Hong Kong. Pada tahun tersebut perang dagang antara kedua ekonomi terbesar di dunia itu semakin memanas dan telah melebar ke berbagai bidang lainnya, termasuk ke dalam urusan demokrasi Hong Kong.

Pada kuartal IV-2019, ekonomi Hong Kong terkontraksi 3,04% (YoY).

Malang belum meninggalkan Hong Kong. Masuk di 2020, ekonomi global tergunjang krisis kesehatan karena Covid-19 yang menyebabkan penguncian (lockdown) di sejumlah wilayah.

Pada kuartal I-2020 ekonomi Hong Kong tercatat minus 9,1% (YoY). Perlambatan itu kembali terjadi di kuartal-II 2020 di mana ekonominya mencatatkan kontraksi 9% (YoY) .

Belum berakhir

Sebagian analis menilai 'nasib buruk' Hong Kong belum akan berakhir. Sebab baru-baru ini Hong Kong mendapat 'serangan' dari AS, akibat perselisihan negara itu dengan China.

Sebagaimana diketahui, China telah menerapkan UU Keamanan Nasional pada Hong Kong pada akhir Juni. Langkah itu telah membuat AS mencabut hak istimewa Hong Kong.

Hak istimewa yang disepakati AS-Hong Kong itu telah membantu Hong Kong menjadi pusat keuangan Asia. Namun kini kota itu terancam diperlakukan sama dengan China dalam hal perdagangan dan ekonominya oleh AS akibat langkah China tersebut.

Iris Pang, kepala ekonom untuk China di ING Bank, memproyeksikan kontraksi kota akan meningkat menjadi 10% pada kuartal yang berakhir 30 September dan turun 5% lagi pada kuartal keempat 2020.

Hal senada juga disampaikan oleh Alicia Garcia-Herrero, kepala ekonom Asia-Pasifik di Natixis. Ia menyebut bahwa merosotnya penjualan ritel akan berperan dalam perlambatan ekonomi kota.

"Aspek paling mengkhawatirkan tentang ekonomi Hong Kong terletak pada penjualan ritel yang merosot bahkan ketika pembatasan mobilitas jauh lebih ringan di bulan Juni."

Sementara menurut Tommy Wu, pemimpin ekonom Asia di perusahaan riset Oxford Economics, ia juga memperkirakan ekonomi Hong Kong akan mengalami resesi. Namun angkanya tidak sedalam proyeksi Pang (8,3%) dan Garcia-Herrero (7%). Wu memperkirakan kontraksi setahun penuh ekonomi Hong Kong adalah 6%.

"Jika gelombang virus saat ini berkepanjangan, penutupan bisnis dan pengangguran akan meningkat tajam," tulisnya dalam catatan penelitian.

"Selain itu, ketidakpastian politik, yang berasal dari undang-undang keamanan nasional dan respons internasional terhadapnya, mengaburkan prospek kota, terutama dalam jangka menengah."


(res/res)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sempat Oleng, Singapura Selamat dari Resesi

Next Article Kejar-kejaran Menuju Resesi! Habis Hong Kong, Kini Jerman

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular