Australia Join AS di LCS, Dendam Kesumat Apa ke China?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 July 2020 17:15
In this photo provided by U.S. Navy, the USS Ronald Reagan (CVN 76, front) and USS Nimitz (CVN 68, rear) Carrier Strike Groups sail together in formation, in the South China Sea, Monday, July 6, 2020. China on Monday, July 6, accused the U.S. of flexing its military muscles in the South China Sea by conducting joint exercises with two U.S. aircraft carrier groups in the strategic waterway.(Mass Communication Specialist 3rd Class Jason Tarleton/U.S. Navy via AP)
Foto: USS Ronald Reagan (CVN 76, depan) dan USS Nimitz (CVN 68, belakang) berlayar bersama dalam formasi, di Laut Cina Selatan, Senin, (6/7/2020). (Mass Communication Specialist 3rd Class Jason Tarleton/U.S. Navy via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Laut China Selatan (LCS) kembali jadi sorotan dunia. Kabar terbaru menyebutkan, kini Australia akan bergabung dengan Amerika Serikat (AS) melakukan misi pelayaran dan latihan militer di wilayah yang sedang disengketakan itu. 

Kantor berita Australia Canberra Times melaporkan Menteri Luar Negeri Marise Payne dan Menteri Pertahanan Linda Reynolds akan bertemu dengan rekan-rekan AS mereka di Washington minggu ini.

Diduga kuat ini terkait dengan rencana bergabungnya Australia ke misi pelayaran di LCS. Hal ini sempat menimbulkan kekhawatiran bahwa upaya ini hanya akan membuat tensi geopolitik global semakin memanas, terutama yang melibatkan China. 

Namun Perdana Menteri Negeri Kanguru Scott Morison mengatakan bahwa upaya tersebut tak terlepas dari kepentingan dua negara yang menjunjung tinggi stabilitas di wilayah Indo-Pasifik, bukannya malah menebar api kebencian.

"Saya tidak percaya itu menimbulkan risiko ketika kita bertindak untuk mengamankan perdamaian dan stabilitas kawasan," katanya kepada wartawan Canberra Times, Selasa. "Kedamaian dan stabilitas kawasan adalah untuk kepentingan semua orang di wilayah kami, dan itu termasuk Cina." tambahnya.

Tak hanya kaya akan sumber daya alam (SDA), LCS juga menjadi jalur perdagangan global yang strategis. Menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 80% dari total volume perdagangan dan 70% dari total nilai dagang melewati jalur laut.

Menurut kajian UNCTAD sebesar 60% perdagangan maritim melewati Asia, dengan LCS membawa sekitar sepertiga dari pelayaran global. Perairan tersebut sangat penting untuk China, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan, yang semuanya bergantung pada Selat Malaka  yang menghubungkan LCS ke Samudra Pasifik dengan Samudera Hindia.

Tidak hanya penting bagi China saja, jalur tersebut juga penting bagi negara-negara lainnya seperti Inggris, Perancis, Italia, India bahkan AS. Menurut kalkulasi CSIS, nilai perdagangan AS yang melalui LCS mencapai US$ 208 miliar.

Ausie

Jelas karena memiliki peran strategis AS jadi getol mempromosikan kebebasan berdagang dan berlayar di daerah tersebut mengingat China terus berupaya mengklaim wilayah tersebut sebagai miliknya dengan membangun pulau hingga melakukan berbagai latihan militer.

Bagi Australia, wilayah tersebut juga memiliki peranan yang strategis. Sebagai negara eksportir komoditas terbesar di dunia dengan produk unggulan seperti batu bara dan mineral pertambangan lainnya, 60% dari barang dagangan Negeri Kanguru juga melewati LCS. Sehingga kebebasan berlayar juga menjadi kepentingan nasional Australia.

Namun bergabungnya Australia dengan AS di LCS, dikhawatirkan memicu kemarahan Beijing. Pasalnya hubungan China dengan Australia juga tak bisa dibilang akur. Apalagi setelah Australia turut mendukung upaya investigasi terhadap asal muasal virus corona jenis baru yang menyebabkan pandemi global sekarang ini. 

China yang berang akhirnya memutuskan untuk mengenakan bea masuk 80% terhadap impor barley asal Australia. Tak hanya itu China juga menangguhkan beberapa impor daging sapi utama Australia, dan memperingatkan siswa serta turis agar tidak bepergian ke negara "rasis".

Bagaimanapun juga China merupakan mitra dagang terbesar bagi Australia. Pada 2018-2019, ekspor ke China menyumbang 32,6% dari total ekspor Australia. Negeri Kanguru itu sejatinya juga bergantung pada China. 

Langkah ini dikhawatirkan memicu China berani mengambil tindakan lain dari sisi perdagangan. Ekspor Australia ke China meliputi batu bara, bijih besi, gas dan bahan bakar ke China. Pasar China yang besar juga membuat sektor pendidikan, pariwisata, pertanian dan produk wine Australia turut berkembang. 

Merespons kabar tersebut, media pemerintah China pun memberikan peringatan berupa pemogokan perdagangan lebih lanjut bisa terjadi jika latihan bersama Australia-AS berlangsung.

Namun Australia tetap berdalih bahwa hal tersebut dilakukan untuk mendukung kebebasan navigasi global. Hal tersebut pun kembali ditegaskan oleh wakil pemimpin buruh dan juru bicara pertahanan Australia, Richard Marles.

"Kami memiliki kepentingan inti nasional dalam hal navigasi di Laut Cina Selatan," kata Marles. "Sesuai prinsip bahwa kebebasan navigasi memang perlu ditekankan." pungkasnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Harta Karun Apa yang Diperebutkan di Laut China Selatan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular