
3 Alasan Mengapa China Klaim Laut China Selatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik dan klaim antar negara di perairan Laut China Selatan kian memanas. Terutama antara China dengan beberapa negara anggota ASEAN, seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Meskipun ada hukum internasional, yakni Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), China seakan tidak acuh dan bahkan semakin berani untuk mengklaim sepihak, setidaknya 80% kawasan di perairan ini.
Lalu, mengapa China berani untuk mengklaim sepihak wilayah perairan tersebut? Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan setidaknya ada tiga alasan mengapa China berani seperti itu.
"Ada tiga alasan mengapa China sangat ingin mengklaim wilayah Laut China Selatan. Pertama, China memang selalu mengklaim bahwa mereka selalu ada di Laut China Selatan, yang Sembilan Garis Imajiner (Nine Dash Line) itu," ujar Prof Hikmahanto ketika dihubungi oleh CNBC Indonesia pada Jumat (24/7/2020) sore.
Kedua, menurut Hikmahanto, China sampai kapanpun akan mempertahankan sikap mereka. Kemudian yang terakhir, China kini memiliki kekuatan militer dan ekonomi yang dapat memperkuat gerakan klaim mereka di wilayah di Laut China Selatan.
"Meskipun Amerika Serikat mengancam, China akan tetap mempertahankan posisi mereka karena baik militer dan ekonomi mereka sudah siap," lanjutnya.
Hikmahanto mengatakan jika China, yang memiliki populasi sekitar 1,3 miliar orang, tidak dapat mengklaim wilayah di perairan tersebut, mereka tidak akan bisa bertahan. Laut China Selatan sendiri memiliki potensi yang besar, sebab di sana ada sumber daya alam, mulai dari gas, ikan, dan lain sebagainya.
"Selain itu, kalau Pemerintah China tidak keras, maka rakyatnya akan menganggap bahwa pemerintah tidak kuat atau lemah. Kan sama saja seperti di Indonesia, klaim satu inci pun kalau kedaulatan kita mundur, pasti kita akan mempertahankan," imbuh Hikmahanto
Menyoal UNCLOS, Hikmahanto mengatakan bukan sesuatu yang harus China ikuti, sebab hukum internasional tersebut layaknya hukum rimba.
Dalam masyarakat internasional, menurut Hikmahanto, tidak ada entitas yang tinggi seperti di Indonesia, yang di dalam hukum nasional memiliki pengadilan yang menentukan salah atau tidaknya seseorang atau badan.
"Siapa yang kuat ya mereka akan mengklaim tersebut, dan mereka menggunakan aturan itu sebagai pre teks (teks tanpa sebuah konteks), atau justifikasi tindakannya. Jadi ini kuat-kuatan antara negara saja sebenarnya," paparnya.
Lebih lanjut, Hikmahanto mengatakan klaim ini akan berlangsung lama dan bahkan sampai kiamat. "Ya mau gimana lagi, yang satu tidak mau mundu, yang satu juga samanya. Memang terkadang intensitasnya tinggi, kadang rendah juga," tukasnya.
Laut China Selatan diketahui menjadi salah satu pintu gerbang komersial yang krusial bagi sebagian besar industri logistik dunia, dan menjadi sub-wilayah ekonomi strategis di kawasan Indo-Pasifik.
Dilansir CFR Global Conflict Tracker, total nilai perdagangan yang melintasi kawasan ini pada 2016 mencapai US$3,37 triliun. Bahkan perdagangan gas alam cair global yang transit melalui Laut China Selatan pada 2017 sebanyak 40 persen dari total konsumsi dunia.
Perairan ini juga kaya akan sumber daya hasil laut. Laut China Selatan dilaporkan memiliki cadangan minyak dan gas yang signifikan. Diperkirakan ada 11 miliar barel minyak yang belum dimanfaatkan, serta 190 triliun kaki kubik cadangan gas alam di perairan ini.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article LCS Memanas, Kapal Perang AS-Singapura Gelar Latihan Bersama
