Internasional

China Blokir Industri Migas di Laut China Selatan?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
24 July 2020 09:14
FILE - In this April 3, 2020, file photo, the USS Theodore Roosevelt, a Nimitz-class nuclear powered aircraft carrier, is docked along Kilo Wharf of Naval Base Guam. The U.S. Navy says that after weeks of work, all of the roughly 4,800 sailors on the coronavirus-stricken USS Theodore Roosevelt aircraft carrier have been tested for the virus. The ship has been sidelined in Guam since March 27, moving sailors ashore, testing them and isolating them for nearly a month.(Rick Cruz/The Pacific Daily via AP, File)
Foto: Perairan laut china selatan AP/Rick Cruz

Jakarta, CNBC Indonesia - Klaim China di perairan Laut China Selatan disebut Asia Times, "memakan korban". Belum lama ini industri energi lepas pantai penting Vietnam dirugikan karena tekanan Negeri Tirai Bambu, tulis media itu.

Menurut laporannya, China mendesak Vietnam untuk penghentian ekspedisi pengeboran migas lepas pantai Rosneft Vietnam- petungan Vietnam dan Rusia- melalui perusahaan bernama semi-submersible (anjungan lepas pantai) Noble Corp.



Noble Corp sendiri berbasis di London. Sebelumnya, tulis media itu, perusahaan itu memang sudah mengumumkan membatalkan kontraknya untuk rig eksplorasi semi-submersible meski tak menyebutkan lokasi jelasnya.

Hal senada juga diberitakan BBC Vietnam. Dalam tulisannya, pemerintah Vietnam meminta BUMN migas PetroVietnam untuk membatalkan kontrak karena tekanan China.

Proyek ini sendiri dilakukan sejak 2018 di Lan Do, di mana masuk ke lokasi klaim "Sembilan Garis Imajiner" China. Konsep Sembilan Garis Imajiner ini membuat China menguasai 80% Laut China Selatan.



Sebelumnya, dalam laporan The Diplomat, setelah mendapat tekanan berlebihan dari China, Vietnam terpaksa membayar kompensasi sebesar US$ 1 miliar (Rp 14,6 triliun, asumsi Rp 14.621/US$) kepada dua perusahaan minyak internasional karena membatalkan kontrak mereka di perairan tersebut.

Laut China Selatan. (Foto: BBC/UNCLOS/CIA)Foto: Laut China Selatan. (Foto: BBC/UNCLOS/CIA)
Laut China Selatan. (Foto: BBC/UNCLOS/CIA)



Media itu menulis perusahaan energi milik negara Vietnam PetroVietnam akan membayar uang kepada perusahaan Repsol Spanyol dan Mubadala dari Uni Emirat Arab sebagai "kompensasi". Keputusan tersebut merupakan harga yang mahal bagi Vietnam.

Sebuah sumber industri minyak regional mengatakan Vietnam membayar US$ 800 juta kepada Repsol dan Mubadala untuk hak-hak mereka di blok-blok itu. Termasuk US$ 200 juta sebagai kompensasi untuk semua investasi yang telah mereka lakukan dalam proses eksplorasi dan pengembangan.

Tekanan yang dilakukan China disebut makin keras ke sejumlah negara di Laut China Selatan belakangan ini. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS memperkirakan China memblokir pengembangan sumber daya migas senilai US$ 2,5 triliun di Laut China Selatan.

Tak hanya Vietnam, China juga mengklaim laut Malaysia. Awal 2020, kapal minyak yang terafiliasi dengan Petronas dikabarkan CNN International dibuntuti kapal pengawas China, dekat pengeboran minyak BUMN Malaysia itu.

Sebenarnya konsep sembilan garis imaginer China sudah dibatalkan Mahkamah Arbitrase PBB. Namun China menolak hal tersebut.

Akibat klaim sepihak China atas wilayah Laut China Selatan, hubungan Negeri Tirai Bambu dengan negara anggota ASEAN memburuk. Setidaknya China bermasalah dengan Vietnam, Filipina, Brunei, Taiwan, dan Malaysia terkait dengan perairan tersebut.

Belum ada konfirmasi dari pemerintah China mengenai hal ini.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Latihan Perang, Kapal Dilarang Merapat ke Pulau LCS Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular