
Warning! Krisis Laut China Selatan Hancurkan Perdagangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Sudah bukan rahasia lagi ada banyak konflik di Laut China Selatan (LCS). Perairan kaya itu jadi perebutan banyak negara, termasuk China yang mengklaim 80% wilayah dengan konsep 'sembilan garis putus-putus'.
Ini menimbulkan gejolak dengan banyak negara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, hingga Indonesia di Laut Natuna. Ketegangan makin meningkat dengan masuknya Amerika Serikat (AS) ke kawasan dengan dalih kebebasan navigasi dan sekutu.
Mengutip Trading U yang melansir Financial Times, konflik di LCS bisa menimbulkan risiko geopolitik. Hal ini menjadi peringatan tersendiri setidaknya bagi perdagangan di perairan itu.
"Apa yang akan terjadi jika peristiwa geopolitik menghentikan perdagangan laut timur-barat melalui LCS dan berbagai selat Indonesia, dan memaksa kapal-kapal untuk mengalihkan Australia selatan? Jawabannya adalah kejutan yang besar namun beragam," ujar Kerem Cosar dan Benjamin Thomas dari University of Virginia ditulis media tersebut, dikutip Jumat (20/11/2020).
"Mulai dari penurunan 0,7% dalam produk domestik bruto (PDB) untuk China hingga 34% dari PDB untuk Taiwan dalam skenario dasar. Angka-angka ini memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik."
Menurut keduanya krisis yang bisa membuat 'tertutupnya' LCS bisa terjadi. Sejumlah titik panas ada di perairan itu, bahkan bukan cuma LCS sendiri yang tegang tapi juga Selat Taiwan dan Kepualauan Senkaku/Diaoyu yang diperebutkan China dengan Jepang.
Mereka menyarankan pemilik kapal mulai melakukan lindung nilai dan mengasuransikan kapal meskipun krisis belum menyebabkan konflik yang sebenarnya. Bila blokir terjadi di rute itu, semua kapal yang mengangkut barang harus berlayar ke Australia selatan dan ini akan membuat perdagangan kehilangan banyak uang karena kenaikan biaya pengiriman.
Sebelumnya hal senada juga diperhatikan The Diplomat. Media itu menulis konflik apa pun di masa depan di LCS, baik antara negara-negara penuntut regional atau gambar perang yang lebih luas di AS, kemungkinan besar akan memiliki efek mengganggu yang signifikan pada perdagangan global.
Dikutip dari The Diplomat, perdagangan dengan nilai US$ 3,37 hingga 5,3 triliun melintasi LCS setiap tahun. Di 2016, ada lima negara yang paling mengandalkan LCS untuk lebih dari 50% dari total perdagangan mereka, yakni Vietnam (86%), Indonesia (85%), Thailand (74%), Singapura (66%), dan Malaysia (58%).
(sef/sef) Next Article Ini Poin Penting Prabowo soal Konflik Laut China Selatan
