Era Mobil Listrik

Bos Tesla Tajir dari Mobil Listrik, Apa Kabar Produksi RI?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
24 July 2020 15:41
Tesla S
Foto: Ist

Jakarta,CNBC Indonesia - Indonesia berambisi menjadi pemain utama mobil listrik karena punya sumber daya bahan baku mineral untuk industri baterai yang merupakan jantung dari bisnis mobil listrik.

Perusahaan asal Korea Selatan, Hyundai Motor Group bekerja sama dengan LG Chem Ltd, berencana membangun pabrik baterai terintegrasi dari hulu dan hilir di Indonesia dengan investasi US$ 9,8 miliar.

Sialnya, perkembangan konkret pembuatan mobil listrik dalam beberapa bulan terakhir sedang meredup. Belum ada kabar anyar pada perkembangannya, termasuk regulasi di kementerian di tengah pandemi covid-19.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perindustrian Johnny Dharmawan mengakui memang ada perlambatan dalam pengembangan mobil listrik di Indonesia setelah Covid-19 datang. Namun, ia memastikan perkembangannya terus jalan alias tak berhenti.

"Kalau dibilang mereda iya, karena ada Covid-19. Tapi kalau dibilang nggak ada pergerakan juga nggak. Karena kalau nggak salah, pemerintah tetap lakukan rapat gabungan gimana fasilitasi mobil listrik ini dan pabrik baterai," sebutnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/7).

Proses pembuatan mobil listrik merupakan mega proyek yang membutuhkan waktu lama. Saat industri mobil listrik dibangun, memang akan berdampak pada industri mobil konvensional seperti komponen turunannya, seperti vendor-vendor dan pekerja di sektor komponen mobil non listrik.

"Kalau nggak salah ada 40% akan hilang engine, komponen engine nggak ada, dan macem-macam nggak ada. Dan yang berganti komponen baterai. Jadi nggak semudah itu transisinya," jelas Johnny.

Pemerintah sudah menargetkan bakal memproduksi mobil masa depan ini secara masal pada tahun 2030 mendatang. Dengan tujuan, menurunkan emisi karbon atau meminimalisir gas buang.

Pengembangan mobil listrik di dalam negeri sangat penting untuk menciptakan nilai tambah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Saat ini sedang menunggu aturan turunan berupa petunjuk teknis (Juknis) di kementerian perindustrian.

Perpres ini mengatur banyak hal, salah satunya keringanan kepada produsen atau calon produsen kendaraan listrik untuk mengimpor lebih dahulu produk dari luar negeri, termasuk impor utuh, sebelum ada produksinya. Perpres ini mengatur kendaraan listrik wajib dibuat  di fasilitas manufaktur di dalam negeri.

"Dalam rangka percepatan pelaksaan program KBL (kendaraan listrik berbasis baterai), industri KBL berbasis baterai di dalam negeri dapat melakukan pengadaan KBL berbasis baterai yang berasal dari impor dalam keadaan utuh (completely Built-Up/CBU)," jelas pasal 12 pada Perpres tersebut.

Namun, berapa banyak dan seberapa lama produsen motor atau mobil listrik dapat izin impor, pada Perpres inii belum diatur. Pemerintah akan memberikan jumlah dan jangka waktu impor dalam periode tertentu.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu dan jumlah tertentu diatur dalam peraturan menteri di bidang perindustrian, perdagangan, dan atau peraturan menteri di bidang keuangan," jelas Perpres.

Perpres ini juga mengatur batas minimum TKDN dalam jangka panjang hingga 80% komponen lokal. Artinya masih ada ruang sampai 20% komponen impor yang bisa digunakan.

Berikut ketentuan TKDN berdasarkan jenis kendaraannya:

Roda Dua:

Periode 2019-2023 TKDN minimum 40%
Periode 2024-2025 TKDN minimum 60% 
Periode 2026-seterusnya TKDN minimum 80%

Roda Empat:

Periode 2019-2021 TKDN minimum 35%
Periode 2022-2023 TKDN minimum 40%
Periode 2024-2029 TKDN minimum 60%
Periode 2030-seterusnya TKDN minimum 80%

Padahal pengembangan kendaraan listrik yang serius akan berdampak pada kemampuan nilai tambah. Belajar dari pengalaman pendiri dan CEO Tesla Elon Musk menyandang predikat orang terkaya ke-5 di dunia versi Forbes, harta kekayaan bertambah menjadi US$74 miliar atau setara Rp 1.073 triliun (asumsi Rp 14.500/US$). Pengembangan mobil listrik memiliki nilai tambah yang sangat besar bagi sebuah industri, bahkan mengungkit kekayaan.

Kekayaan Elon Musk bertambah signifikan sejak pandemi virus corona Covid-19 melanda Amerika Serikat (AS). Pada Maret 2020, Total kekayaan bos Tesla ini baru US$25 miliar dan menduduki posisi orang terkaya ke-31 di dunia.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Tesla Tajir, Pelajaran Buat RI yang Bikin Mobil Listrik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular