Sedih, RI Tak Masuk Radar Produsen Tekstil Potensial di Asia

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
15 July 2020 08:10
Konferensi Pers IA-CEPA di Kemendag (CNBC Indonesia/ Sandi Ferry)
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Indonesia, sayangnya, tidak menjadi negara yang diperkirakan menerima berkah lonjakan investasi di industri tekstil meski Ftch tetap mengakui bahwa Indonesia (bersama India) masih bakal menjadi penerima potensial peralihan manufaktur dan pertumbuhan pasar apparel global.

"Pertumbuhan tahunan kedua negara tersebut bakal terlihat kurang impresif jika dibandingkan dengan empat negara lainnya," demikian tulis Fitch.

Problemnya terletak pada keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk menembus pasar Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Tidak seperti Vietnam yang telah menekan perjanjian kebebasan dagang dengan Uni Eropa pada 30 Juni tahun lalu, Indonesia sampai sekarang masih menggodok Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Eropa.

Harap dicatat, Uni Eropa merupakan pasar besar tekstil dunia dengan menyerap 39% ekspor tekstil dunia. FTA Vietnam-Uni Eropa yang bakal berlaku efektif pada Agustus 2020 tentunya memberi produk tekstil Vietnam keunggulan dibandingkan dengan produk Indonesia.

Produk tekstil Indonesia bakal terhitung lebih mahal jika dibandingkan dengan produk serupa asal VIetnam karena terkena tarif yang lebih mahal, sementara produk serupa dari Vietnam lebih murah karena bebas tarif atau tarifnya dipangkas.

Di luar itu, biaya produksi tekstil Indonesia diperkirakan lebih mahal. Beberapa faktor pemicunya, menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia di antaranya adalah upah buruh yang lebih mahal, mesin yang tua sehingga kurang produktif dan boros energi. Akibatnya, neraca dagang tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional terus menurun.

Belum lagi jika bicara impor bahan baku tekstil dari China yang biaya pengirimannya lebih mahal ketimbang Vetnam yang secara geografis lebih dekat dan lebih efisien berkat proyek "jalur sutra" China lewat proyek BRI.

"Kurangnya akses perdagangan khusus, lewat perjanjian dagang tekstil di pasar AS dan Eropa dan kenaikan biaya operasi (khusus untuk kasus Indonesia), akan menjadi penghambat," demikian tulis Fitch.

Hanya saja, Indonesia dan India masih bakal menjadi pasar tekstil yang besar di kawasan, karena tumbuhnya permintaan domestik. Dengan populasi yang besar, yakni 1,4 miliar di India dan 274 juta di Indonesia, keduanya menduduki posisi sebagai negara dengan populasi terbanyak kedua dan keempat dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular