Teka-Teki di Balik Pertumbuhan Industri Tekstil RI '15%'

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
20 February 2020 06:15
Pemerintah mengumumkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia sepanjang tahun lalu tumbuh hingga 15%. Hoax membangun?
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengumumkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia sepanjang tahun lalu tumbuh hingga 15,35%. Angka tersebut kontan dikutip oleh berbagai outlet media, meski tidak jelas jluntrungan-nya.

Pernyatan dalam siaran pers Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tersebut sama sekali tidak menjelaskan apa yang tumbuh? Ekspor produk TPT kah? Nilai bisnis kah? Dan dari berapa ke berapa? Angka itu seolah-olah mengapung dari ruang hampa lalu disebarluaskan ke publik.

"Industri tekstil dan pakaian jadi menunjukkan kinerja yang gemilang sepanjang tahun 2019 dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,35%," demikian kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam siaran pers, Kamis lalu.

 

Capaian itu, masih menurut siaran pers, menunjukkan perkembangan yang membaik di tengah tekanan ekonomi global. Pertumbuhan signifikan di sektor industri tekstil dan pakaian jadi tersebut juga ditopang produksi pakaian jadi di sentra-sentra industri.

Sulit untuk tidak menduga bahwa yang dimaksud adalah ekspor TPT mengingat Pak Menteri selanjutnya berbicara tentang tekanan ekonomi global. Yang banyak dipengaruhi oleh dinamika ekonomi global tak lain dan tak bukan adalah ekspor sebuah negara, bukan?

Tidak ada elaborasi angka selain itu. Siaran pers berjudul "Sepanjang 2019, Sektor Industri Unggulan Tumbuh Melesat" itu lebih banyak berbicara soal pengembangan industri nasional. Dari 18 paragraf di dalamnya, hanya empat paragraf awal yang menyinggung industri TPT.

Tim Riset CNBC Indonesia berusaha mengelaborasi pernyataan politisi Partai Golkar tersebut dengan mengecek data ekspor produk TPT dalam tiga tahun terakhir. Mengutip data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), nilai ekspor produk TPT pada tahun 2018 adalah US$ 13,2 miliar.

Jika mengacu pada pernyataan Menteri Agus bahwa nilai ekspor sektor industri TPT sepanjang tahun 2019 mencapai US$ 12,9 miliar (dan menyerap tenaga kerja 3,73 juta orang), maka negeri ini justru semestinya berduka karena nilai ekspor TPT itu turun 3% secara tahunan.

Padahal dua tahun sebelumnya, nilai ekspor TPT Indonesia masih tumbuh, masing-masing 5,9% dan 5,6%. Satu-satunya pertumbuhan hanya terlihat dari surplus neraca dagang TPT yang tumbuh 9,4% menjadi US$ 3,5 miliar.

Masa sih kontraksi dibilang tumbuh? Tak tanggung-tanggung, tumbuhnya double digit pula. Ada baiknya Pak Agus lebih berhati-hati dalam merilis data, dan mengelaborasinya secara lebih detil agar tak menimbulkan disinformasi publik.

 

Tekstil Mengerem Defisit Neraca Dagang RI

Jika kita pelajari lebih jauh, data API sebenarnya menunjukkan bahwa sektor padat karya yang menyerap 3,73 juta orang ini masih menjanjikan. Di kala negeri ini terseret defisit neraca perdagangan, tekstil justru masih mencatatkan surplus neraca dagang.

Bicara ekspor saja, kontribusinya terhadap ekspor nasional justru meningkat, karena ekspor senilai US$ 12,8 miliar itu setara dengan 7,7% ekspor nasional. Sebagai perbandingan, pada tahun 2018 ekspor TPT saat itu setara dengan 7,3%.

Jika dibandingkan dengan ekspor non-migas saja yang pada tahun lalu sebesar US$ 154,99 miliar, maka nilai ekspor TPT tersebut setara dengan 8,3%. Angka kontribusi ekspor TPT terhadap ekspor nonmigas ini juga membesar dibandingkan dengan posisi 2018 sebesar 8,1%.

Artinya, andil ekspor produk industri TPT terhadap ekspor nasional semakin meningkat, di tengah pelemahan sektor lain seperti pertambangan dan perkebunan. Produk TPT Indonesia masih bisa menembus pasar dunia, meski pangsa pasarnya menciut dan kini hanya berkisar 3%.

Mengingat neraca dagang Indonesia sepanjang tahun lalu masih tekor, senilai US$ 3,2 miliar, maka ada baiknya pemerintah memperhatikan industri TPT yang terbukti masih bisa mempertahankan surplus di tengah gejolak perdagangan dan perlambatan ekonomi dunia.

Sepanjang 2019, neraca dagang produk TPT tercatat surplus US$ 3,5 miliar. Artinya, industri ini mengekspor lebih banyak produk tekstil dibandingkan dengan yang diimpornya. Jika diperbandingkan dengan neraca perdagangan Indonesia secara total, lagi-lagi hasilnya cukup mencengangkan.

Surplus sebesar US$ 3,5 miliar di neraca dagang TPT itu setara dengan 207,5% terhadap neraca dagang nasional (karena tahun lalu masih membukukan defisit). Jika diperbandingkan dengan neraca nonmigas, nilai surplus neraca TPT tersebut setara dengan 56,4% dari surplus neraca nonmigas.

Dengan kata lain, industri tekstil kita "menyubsidi" defisit perdagangan nasional, sehingga tidak terjerembab lebih parah ke dalam kubuangan defisit. jika pemerintah berbuat lebih dengan memberikan insentif yang tepat, tentu saja sektor ini berpeluang mencetak surplus lebih besar.

Sejauh ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan insentif untuk menekan impor tekstil asal China dengan merilis tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai bentuk Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) untuk produk tekstil dan produk tekstil.

Dengan asumsi laju ekspor produk TPT masih terjaga, surplus neraca dagang TPT bakal bertambah lagi tahun ini karena nilai impor menurun akibat kebijakan tersebut. Namun, kebijakan ini tak berlangsung selamanya sehingga perlu ada formula insentif lanjutan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]




(ags) Next Article Industri Tekstil RI: Kalah dari Vietnam hingga Gelombang PHK

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular