13 Temuan BPK di Lapkeu Pemerintah 2019, Ada Jiwasraya-Asabri

Cantika Adinda, CNBC Indonesia
14 July 2020 15:52
Penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 dan Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Periode Semester II Tahun 2019 kepada Presiden RI. (Biro Pers Sekretariat Presiden/ Lukas)
Foto: Ketua BPK Agung Firman Sampurna

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), pada laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) audited tahun 2019. Kendati demikian, BPK menemukan 13 temuan permasalahan tata kelola anggaran.

Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, mengatakan dengan opini WTP, tidak berarti LKPP bebas dari masalah. BPK mengindentifikasi sejumlah masalah, baik dalam sistem pengendalian internal (SPI) maupun dalam kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti.

"Ada 13 temuan identifikasi BPK identifikasi masalah SPI dan kepatuhan ketentuan peraturan RUU yang wajib ditindaklanjuti," jelas Agung di Ruang Rapat Sidang Paripurna, Selasa (14/7/2020).

Adapun temuan permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal dan kepatuhan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan dalam penatausahaan Piutang Perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak;
2. Kewajiban Pemerintah selaku Pemegang Saham Pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur/diestimasi;
3. Pengendalian atas pencatatan Aset Kontraktor Kontrak Kerjasama dan Aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia belum memadai;
4. Pengungkapan Kewajiban Jangka Panjang atas Program Pensiun pada LKPP Tahun 2019 sebesar Rp2.876,76 Triliun belum didukung Standar Akuntansi;
5. Penyajian Aset yang berasal dari realisasi Belanja dengan tujuan untuk diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp44,20 Triliun pada 34 K/L tidak seragam, serta terdapat penatausahaan dan pertanggungjawaban realisasi belanja dengan tujuan untuk diserahkan kepada masyarakat yang tidak sesuai ketentuan.
6. Penyaluran dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit (PPKS) Tahun 2016 - 2019, pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Kementerian Keuangan belum sepenuhnya dapat menjamin penggunaannya sesuai tujuan yang ditetapkan karena identitas Pekebun penerima dana PPKS belum seluruhnya valid dan adanya dana PPKS yang belum dipertanggungjawabkan;
7. Skema pengalokasian anggaran Untuk Pengadaan Tanah Proyek Strategis Nasional pada Pos Pembiayaan tidak sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Investasi Tanah PSN untuk kepentingan umum tidak sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah;
8. Ketidaksesuaian waktu pelaksanaan program/kegiatan dengan tahun penganggaran atas kompensasi Bahan Bakar Minyak dan listrik;
9. Adanya Kelemahan dalam Penatausahaan dan pencatatan Kas Setara Kas, Persediaan, Aset Tetap, dan Aset Tak Berwujud, terutama pada kementerian negara/lembaga. Masalah yang teridentifikasi adalah penggunaan rekening pribadi untuk pengelolaan dana yang bersumber dari APBN, Saldo Kas yang Tidak sesuai dengan fisik, sisa kas terlambat/belum disetor dan penggunaan kas yang tidak dilengkapi dokumen pertanggungjawaban pada 34 Kementerian/ Lembaga, terdapat ketidaksesuaian pencatatan persediaan dengan ketentuan pada 53 Kementerian/Lembaga, dan pengendalian atas pengelolaan Aset Tetap pada 77 Kementerian/Lembaga yang belum memadai berdampak adanya saldo BMN yang tidak akurat;
10. Terdapat surat tagihan pajak atas kekurangan setor yang belum diterbitkan oleh Ditjen Pajak dan keterlambatan penyetoran pajak dengan sanksi;
11. Pemberian fasilitas transaksi impor yang dibebaskan dan/atau tidak dipungut PPN dan PPh-Nya pada Ditjen Pajak yang terindikasi bukan merupakan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis dan terdapat potensi kekurangan penetapan Penerimaan Negara dari Pendapatan Bea Masuk/Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) pada Ditjen Bea dan Cukai;
12. Terdapat kewajiban restitusi pajak yang telah terbit Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) namun tidak segera diproses pembayarannya, terindikasi belum diterbitkan SKPKPP-nya, serta keterlambatan penerbitan SKPKPP pada Direktorat Jenderal Pajak;
13. Adanya pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Piutang, serta penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban Belanja yang belum sesuai ketentuan pada sejumlah kementerian negara/lembaga.


(wed/wed)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ketua BPK Ungkap 3 Peluang Desentralisasi Fiskal Saat Pandemi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular