
Kalau Lihat Data Ini, RI Memang Kayaknya Bakal Resesi...

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja sektor manufaktur Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami penurunan yang sangat dalam. Ini memberi gambaran bahwa kontraksi (pertumbuhan ekonomi) ekonomi sudah tidak bisa dihindari lagi.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, angka Prompt Manufacturing Index (PM) pada kuartal II-2020 sebesar 28,55%. Anjlok dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 45,64% dan periode yang sama pada 2019 yaitu 52,66%.
BI mulai mencatat dan mengumumkan data PMI pada 2010. Angka 28,55% menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI.
Seperti halnya PMI manufaktur keluaran IHS Markit, angka 50 adalah titik awal. Jika angkanya berada di bawah 50, berarti dunia usaha tidak melakukan ekspansi, yang ada malah kontraksi.
PMI versi BI dibentuk dari lima komponen yaitu volume produksi, volume pesanan barang input, volume persediaan barang jadi, jumlah tenaga kerja, dan kecepatan penerimaan barang input. Seluruhnya berada di zona kontraksi.
Pada kuartal II-2020, sub-indeks volume produksi berada di 25,36%, terendah dalam tiga tahun terakhir. Responden menyatakan bahwa kondisi tersebut masih dipengaruhi oleh penurunan permintaan dan gangguan distribusi akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Kemudian sub-indeks pesanan barang input tercatat 28,95%. Menurunnya volume pesanan barang input sejalan dengan penurunan kegiatan produksi, lagi-lagi akibat pandemi Covid-19.
Lalu sub-indeks volume persediaan barang jadi berada di 32,28%. Sementara sub-indeks jumlah tenaga kerja adalah 31,84%. Terakhir, sub-indeks kecepatan penerimaan barang input berada 26,16%.
![]() |
Pada kuartal III-2020, BI memperkirakan PMI akan membaik dan berada di 45,72%. Walau membaik, tetapi masih di zona merah.
Sektor manufaktur menjadi sangat penting untuk mengukur tingkat kesehatan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Sebab, sektor ini adalah kontributor terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Sepanjang 2019, industri pengolahan menyumbang 19,7% terhadap PDB Tanah Air. Kemudian pada kuartal I-2020, sumbangannya adalah 19,98%.
Jadi ketika seperlima ekonomi Indonesia bermasalah, maka dampaknya terhadap ekonomi secara keseluruhan tentu sangat signifikan. Probabilitas PDB Indonesia mengalami kontraksi pada kuartal II dan kuartal III tahun ini menjadi sangat tinggi.
Apa artinya jika PDB terkontraksi selama dua kuartal beruntun pada tahun yang sama? Resesi.
Kemungkinan resesi bahkan sudah menjadi kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam sidang kabinet pekan lalu, Kepala Negara mengutarakan kecemasan terhadap situasi ekonomi pada kuartal III.
"Ini kita kejar-kejaran dengan yang namanya waktu. Jadi sekali lagi, ganti channel dari channel normal ke channel krisis. Kalau ndak, ngeri saya. Terus terang saya ngeri," tegas Jokowi.
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%. Pemerintah memperkirakan ekonomi pada kuartal III-2020 berada di kisaran -1% hingga 1,2%. Kemungkinan kontraksi masih ada, sehingga risiko resesi tidak bisa dikesampingkan.
"Secara definisi begitu (resesi). Namun kita berharap kuartal III tidak negatif," ujar Sri Mulyani.
Kalau melihat data PMI terbaru, sepertinya peluang resesi di Indonesia jadi meninggi. Ditambah lagi ada kecenderungan kasus corona di Ibu Pertiwi 'menggila'. Per 12 Juli, jumlah pasien positif corona di Tanah Air adalah 75.699 orang. Bertambah 1.681 orang (2,27%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Sedangkan di DKI Jakarta, jumlah pasien positif corona per 12 Juli adalah 14.517 orang. Bertambah 404 orang (2,86%) dibandingkan hari sebelumnya. Tambahan 404 orang pasien baru di Ibu Kota adalah rekor tertinggi, sementara laju 2,86% menjadi yang tercepat sejak 13 Mei.
"Kalau kondisi ini berlangsung terus, bukan tidak mungkin kita akan kembali ke situasi sebelum ini (pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar/PSBB). Saya ingatkan kepada semua, jangan sampai situasi ini jalan terus, sehingga kita harus menarik rem darurat atau emergency brake. Bila itu terjadi, kita semua harus kembali dalam rumah, kegiatan perekonomian terhenti, kegiatan keagamaan terhenti, kegiatan sosial terhenti. Kita semua akan merasakan kerepotannya," jelas Anies Rasyid Baswedan, Gubernur Jakarta, kemarin.
Oleh karena itu, sejatinya Indonesia belum bisa tenang, ancaman pandemi virus corona masih sangat besar. Kalau sampai masyarakat harus kembali #dirumahaja, maka sebaiknya mulai bersiap menghadap resesi ekonomi yang lumayan panjang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Resesi, Ekonomi RI Q1 Diramal Tumbuh -1% Hingga -0,1%
