Warga Bisa Kembali #dirumahaja, Rupiah Terlemah di Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 July 2020 10:16
Uang Rupiah/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun di pasar spot, rupiah masih agak galau, bingung mau menguat atau melemah.

Pada Senin (13/7/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.486. Rupiah menguat 0,1% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Sementara di pasar spot, rupiah memulai hari di posisi Rp 14.360/US$. Sama seperti posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu alias stagnan.

Tidak lama setelah itu, rupiah sempat menguat tipis 0,03%. Namun pada pukul 10:00 WIB, rupiah malah melemah 0,14% ke Rp 14.380/US$.

Labilnya rupiah patut disayangkan karena mayoritas mata uang utama Asia mantap menguat di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya won Korea Selatan dan yuan China yang masih merah. Namun karena sebagian besar mata uang lain menguat, depresiasi 0,14% sudah cukup untuk membuat rupiah jadi yang terlemah di Asia.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:05 WIB:

Rupiah galau karena dijepit oleh sentimen positif dan negatif. Sentimen positif datang dari perkembangan obat virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Akhir pekan lalu, dikabarkan bahwa Gilead Science Inc telah melakukan uji coba tahap akhir untuk obat virus corona yang bernama remdesivir. Hasilnya menggembirakan, remdesivir berhasil menekan risiko kematian akibat virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu. Kondisi pasien yang sudah parah pun berangsur membaik.

Kabar ini membuat investor kembali berani untuk masuk ke instrumen berisiko. Aset aman (safe haven) seperti dolar AS jadi kurang diminati, sehingga membuka peluang penguatan mata uang lain.

"Kalau kita bicara dolar AS, ada korelasi antara risiko dan dinamika yang sedang terjadi. Berita soal obat atau vaksin akan menurunkan risiko di pasar," kata John Doyle, Vice President Tempus Inc yang berbasis di Washington, seperti dikutip dari Reuters.

Namun ada sentimen negatif yang juga terkait pandemi virus corona. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 12 Juli 2020 mencapai 12.552765 orang. Bertambah 230.370 orang (1,87%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Tambahan 230.370 orang pasien baru dalam sehari merupakan rekor tertinggi sejak WHO melaporkan kasus corona perdana pada 20 Januari. Sudah empat hari beruntun kasus corona bertambah di atas 200.000 dalam sehari.

Situasi di Indonesia pun tidak kalah mengkhawatirkan. Per 12 Juli, jumlah pasien positif corona di Tanah Air adalah 75.699 orang. Bertambah 1.681 orang (2,27%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Di DKI Jakarta, jumlah pasien positif corona per 12 Juli adalah 14.517 orang. Bertambah 404 orang (2,86%) dibandingkan hari sebelumnya.

Tambahan 404 orang pasien baru di Ibu Kota adalah rekor tertinggi, sementara laju 2,86% menjadi yang tercepat sejak 13 Mei.

"Kalau kondisi ini berlangsung terus, bukan tidak mungkin kita akan kembali ke situasi sebelum ini (pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar/PSBB). Saya ingatkan kepada semua, jangan sampai situasi ini jalan terus, sehingga kita harus menarik rem darurat atau emergency brake. Bila itu terjadi, kita semua harus kembali dalam rumah, kegiatan perekonomian terhenti, kegiatan keagamaan terhenti, kegiatan sosial terhenti. Kita semua akan merasakan kerepotannya," jelas Anies Rasyid Baswedan, Gubernur Jakarta, kemarin.

Oleh karena itu, sejatinya Indonesia belum bisa tenang, ancaman pandemi virus corona masih sangat besar. Kalau sampai masyarakat harus kembali #dirumahaja, maka sebaiknya mulai bersiap menghadap resesi ekonomi yang lumayan panjang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular