
Obat Corona Terbukti Ampuh, Rupiah Siap Terbang Hari Ini?

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah menguat pada pekan lalu melawan dolar Amerika Serikat (AS), dan ada peluang bisa berlanjut pada perdagangan hari ini, Senin (13/7/2020). Update obat virus corona yang dibuat perusahaan biotek asal AS, Gilead Sciences Inc. berpeluang membawa rupiah kembali ke zona hijau.
Gilead pada hari Jumat lalu mengumumkan data terbaru hasil obat virus corona, redemsivir, mampu menurunkan risiko kembatian pasien Covid-19 hingga 62% jika dibandingkan dengan pengobatan standar.
Gilead mengatakan menganalisa data dari 312 pasien dalam uji klinis fase tiga, dibandingkan dengan 818 pasien dengan karakteristik dan tingkat keparahan penyakit yang sama, tetapi menggunakan pengobatan standar.
Meski demikian, Gilead mengatakan masih perlu lebih banyak penelitian untuk obat redemsivir yang dibuat.
Sebelum pengumuman dari Gilead tersebut, pada pekan lalu rupiah mampu menguat 0,62% ke Rp14.360/US$ sekaligus membukukan penguatan mingguan pertama dalam 5 pekan terakhir. Rupiah juga menjadi mata uang dengan kinerja terbaik ke-dua di Asia pekan lalu, hanya kalah dari yuan China yang menguat nyaris 1%.
Sentimen positif dari dalam negeri datang sejak Senin (6/7/2020) sore setelah perdagangan dalam negeri ditutup. Saat itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengadakan konferensi per bersama. Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan untuk skema public goods yang sebesar Rp 397,6 triliun ini nantinya pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang dijual langsung ke BI melalui skema private placement dengan bunga bunga 0% atau ditanggung 100% oleh BI.
Sebelumnya muncul kecemasan kebijakan yang disebut "burden sharing" tersebut akan memicu kenaikan inflasi di Indonesia, sehingga real return investasi menjadi menurun."Beban bunga bagi pemerintah untuk SBN khusus yang diterbitkan dengan private placement, untuk pemerintah 0%, untuk BI sebesar reverse repo ratenya atau ditanggung 100%," kata dia.
Ahli strategi mata uang di DailyFX, Margaret Yang, sebagaimana dikutip Reuters mengatakan saat bank sentral di negara berkembang membeli obligasi pemerintahnya dengan mata uang sendiri, maka akan menciptakan inflasi.
"Bank Sentral AS (The Fed) melakukan hal yang sama, tetapi situasinya berbeda karena dolar AS adalah mata uang dunia, jadi uang tidak hanya beredar di Amerika Serikat, tetapi juga ke seluruh dunia," katanya.
Tetapi, Gubernur Perry saat itu mengatakan dampak inflasi yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut tidak besar.
Perry juga menambahkan dengan kebijakan ini, pihaknya akan tetap menjaga dari kesehatan sisi moneter seperti inflasi dan nilai tukar rupiah. Selain itu, SBN yang dibeli dari pemerintah bisa dijual kembali untuk BI bisa menjalankan operasi moneternya.
Alhasil, rupiah langsung melesat di hari Selasa dan seterusnya hingga membukukan penguatan 4 hari beruntun, sebelum terkoreksi di hari Jumat.
