
Nasib Blok Rokan Masih Tak Pasti, Menko Luhut Turun Tangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib blok raksasa Rokan yang sempat tak tersentuh jelang transisi, mulai terus didorong.
Seperti diketahui, setelah habis kontrak pada Agustus 2021 mendatang, PT Pertamina (Persero) akan mengambil alih Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Senin, (15/06/2020) SKK Migas bersama Kementerian ESDM menghadap Menko Marves membahas transisi ini.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya masih mencari cara bagaimana agar transisi ini bisa berjalan sebaik-baiknya. Ia mengatakan di tahun 2020 dan 2021 ini akan dilakukan optimalisasai investasi sehingga saat transisi penurunan produksi tidak terlalu besar.
"Jadi kita ingin menekan saat beralih ke pertamina produksi masih bisa kita pertahankan," ujarnya di Kantor Luhut, Senin, (15/06/2020).
Soal pergantian direksi di PT Pertamina, pihaknya masih akan melakukan review, pemerintah melalui SKK Migas berkontrak dengan wilayah kerja (WK) dan operator. SKK Migas akan melihat dahulu penjelasan dari Pertamina mengenai perubahan organisasi tersebut.
Sejauh mana kewenangan terhadap masing-masing operator di WK, itu yang akan direview. Karena kan kontarknya pemerintah dengan perusahaan yang operasikan WK.
"Dengan adanya subholding, nanti ini akan kita lihat kewenangannya dalam investasi maupun pelaksanaan dan operasi di WK yang bersangkutan," jelasnya.
Apakah nanti akan mengganggu kontrak, Dwi mengatakan tergantung bagaimana birokrasi yang dibangun dengan adanya subholding itu. Misalnya lebih simple, pengambilan keputusannya lebih sederhana, dan kewenangan dari operator WK itu bisa didukung.
"Ya tidak masalah. Mudah mudahan kita lebih baik, yang penting birokrasi nggak panjang sehinga langkah investasi lebih cepat," tegasnya.
Soal komitmen Chevron untuk ngebor di Rokan, ia menyebut akan mengusahakan.
"Sampai Agustus, kita sedang upayakan itu bisa jalan," paparnya.
SKK, kata dia, mengawal transisi sejak 2019 memastikan ada alih kelola dari operator lama ke baru.
"Berbagai opsi dibahas, tapi belum ada titik temu. Kelihatannya kedua belah pihak sudah mengarah kepada menunggu sampai 2021, tapi ini bisa berdampak tidak baik. Lalu lahirlah upaya pemerintah untuk mendorong Chevron tetap berinvestasi," jelasnya.
Bersama dengan Menko Luhut, pemerintah mendorong Chevron tetap berinvestasi di sisa waktu yang ada. Dan opsinya adalah dengan mengkompensasi Chevron.
"Kalau Chevron US$ 150 juta setuju dengan berbagai dampak dan mempertankan produksi, ada kendala masalh legal dan sebagainya yang harus kami selesaikan. Intinya pemerintah dan SKK mengharapkan ada optimalisasi investasi di sisa masa akhir," jelasnya.
(gus/gus)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nasib Blok Minyak Raksasa RI Digantung, Ini 3 Solusinya
