Setelah Corona Terbitlah Kerja, Bagaimana Persiapannya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 June 2020 15:02
Demi Mudik, Buruh Migran India Numpang Truk
Foto: Demi Mudik, Buruh Migran India Numpang Truk (AP/Mahesh Kumar A)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi corona (Covid-19) merupakan krisis kesehatan yang telah menjelma menjadi tragedi kemanusiaan abad ini. Bukan hanya sektor kesehatan saja yang terdampak, ketenagakerjaan pun ikut terkena imbasnya.

Organisasi Tenaga Kerja Internasional (ILO) mengatakan ada kurang lebih 2,7 miliar pekerja di seluruh dunia yang terdampak kebijakan lockdown untuk menekan penyebaran wabah. Jumlahnya setara dengan 4 dari 5 tenaga kerja di dunia.

Pembatasan sosial yang masif dan memaksa miliaran orang di dunia untuk tinggal di rumah membuat pabrik-pabrik harus tutup, mal tak kedatangan pengunjung dan bangku sekolah kosong. Meningkatnya angka pengangguran menjadi konsekuensi yang tak terpisahkan dari kebijakan pembatasan mobilitas publik skala besar ini.

Padahal sebelum pandemi terjadi angka pengangguran global sebenarnya sudah mencapai 190 juta. Jika dampak pandemi juga diperhitungkan maka dunia dikatakan berada dalam kondisi menderita dan kejatuhan yang luar biasa. Ungkapan tersebut dikatakan langsung oleh Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder, melansir UN News. 

Organisasi di bawah PBB itu menyebutkan ada empat sektor yang terdampak signifikan dari meluasnya pandemi dan penurunan produksi.

Empat industri tersebut antara lain makanan dan akomodasi dengan jumlah pekerja mencapai 144 juta pekerja, ritel dan perdagangan besar dengan 482 pekerja, administrasi dan jasa sebanyak 157 juta pekerja dan industri manufaktur yang pekerjanya mencapai 463 juta.

Jika pekerja di keempat sektor tersebut digabung jumlahnya mencapai 1,25 miliar pekerja atau setara dengan 37,5% dari total tenaga kerja global. Melihat jumlah pekerja yang terdampak sebanyak ini maka ancaman kemiskinan semakin merajalela adalah sebuah keniscayaan.

Jika pekerja-pekerja di sektor tersebut terancam kehilangan pekerjaannya, maka para tenaga medis yang berjuang di garda terdepan justru terancam kehilangan nyawanya. Direktur Jenderal ILO menegaskan ada 136 juta orang yang bekerja di sektor kesehatan dan membutuhkan proteksi.

"Kita harus memastikan bahwa mereka yang masih bekerja mendapatkan cukup perlindungan dan mereka mendapat perlindungan yang tepat" kata Guy Ryder sebagaimana diwartakan UN News.

Dampak ke sektor tenaga kerja ini dirasakan di seluruh dunia. Namun dampak paling signifikan terlihat di negara-negara Jazirah Arab dan Eropa yang tingkat penganggurannya melonjak tinggi, sementara jika dilihat secara angka maka negara-negara Asia Pasifik lah yang paling terdampak. 

"Di mana pun di dunia atau di sektor mana, krisis memiliki dampak dramatis pada tenaga kerja dunia," ILO mengatakan dalam laporan terbarunya.

"Respons kebijakan perlu fokus pada pemberian bantuan segera kepada pekerja dan perusahaan untuk melindungi mata pencaharian dan bisnis yang layak secara ekonomi, khususnya di sektor-sektor yang terkena dampak parah dan negara-negara berkembang."

Kekhawatiran muncul mengingat kenyataan bahwa di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, industri dan layanan yang paling terpukul memiliki proporsi tinggi dari pekerja berupah rendah di sektor informal, dengan akses ke layanan kesehatan dan jaring pengaman kesejahteraan negara yang terbatas.

"Tanpa langkah kebijakan yang tepat, pekerja menghadapi risiko tinggi jatuh ke dalam kemiskinan dan akan mengalami tantangan yang lebih besar dalam mendapatkan kembali mata pencaharian mereka selama periode pemulihan," tulis laporan ILO.

ILO mencatat ada sekitar dua miliar orang bekerja di sektor informal, kebanyakan dari mereka berada di negara-negara berkembang, dan puluhan juta pekerja informal telah terdampak pandemi.

Di daerah perkotaan, apalagi, para pekerja ini juga cenderung bekerja di sektor ekonomi yang "tidak hanya membawa risiko tinggi infeksi virus tetapi juga secara langsung terkena dampak dari tindakan lockdown seperti pendaur ulang sampah, pedagang kaki lima dan server makanan, pekerja konstruksi, pekerja transportasi dan pekerja rumah tangga.

Jika sudah seperti ini pertanyaannya adalah berapa lama sektor tenaga kerja rebound?

Untuk menjawab pertanyaan ini tentu harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti seberapa lama pandemi ini akan berlangsung, risiko dan ancaman terjadinya gelombang kedua wabah, efektivitas kebijakan pemerintah dan perubahan struktural di pasar itu sendiri. 

Melihat faktor pertama dan kedua adalah variabel yang tidak dapat ditentukan, artinya tingkat ketidakpastian masih lah sangat tinggi. Namun dengan adanya kebijakan #stayathome saat pandemi membawa gelombang disrupsi rantai pasok hingga perilaku konsumen. Semua beralih ke digital.

Para pengusaha dan sektor bisnis harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini. Ke depan transformasi digital menjadi agenda prioritas korporasi. Tak hanya korporasi saja, membangun ekosistem yang disokong dengan teknologi digital berarti melibatkan partisipasi dari lebih banyak pihak terutama pemangku kebijakan.

Hal ini akan berdampak pada pergeseran permintaan tenaga kerja. Orang-orang dengan keterampilan digital akan semakin banyak diincar. Jelas ini menjadi ancaman bagi pekerja-pekerja di sektor informal terutama dengan keterampilan rendah.

Lembaga konsultan manajemen global McKinsey dalam studinya menyebutkan bahwa era digital ini membawa disrupsi yang akan berdampak pada hilangnya sejumlah pekerjaan, perubahan peran pekerja hingga munculnya pekerjaan baru. 

Lebih lanjut McKinsey mengatakan bahwa disrupsi yang terjadi pada akhirnya akan memberikan net gain lapangan kerja yang berarti akan lebih banyak pekerjaan yang tercipta ketimbang hilang.

Oleh karena itu pemerintah di mana pun berada harus sudah memikirkan tantangan ini dengan regulatory framework yang komprehensif di berbagai sektor mulai dari pendidikan hingga ketenagakerjaan sendiri. 

Ini PR jangka menengah dan panjang, saat ini pekerjaan yang harus dilakukan adalah bagaimana menyelamatkan perekonomian untuk meredam lonjakan tinggi pengangguran yang membuat kemiskinan meledak dan produktivitas menjadi menurun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular