Internasional

Ribut AS-China di Laut China Selatan, Ini Kata PM Singapura

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
05 June 2020 15:25
U.S. President Donald Trump and Singapore's Prime Minister Lee Hsien Loong walk together during a meeting at the Istana in Singapore June 11, 2018.  REUTERS/Jonathan Ernst
Foto: REUTERS/Jonathan Ernst

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terus memanas belakangan di Laut China Selatan, tidak hanya menjadi perhatian kedua negara. Namun juga negara-negara di sekitar tempat mereka bersengketa, salah satunya adalah Singapura.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong bahkan telah secara khusus mengungkit soal ribut-ribut AS-China di Laut China Selatan.

Melalui sebuah artikel yang diterbitkan oleh Urusan Luar Negeri pada hari Kamis (4/6/2020), Lee mengatakan bahwa kehadiran militer AS di wilayah itu "tetap vital bagi kawasan Asia-Pasifik" dan China tidak akan dapat mengambil alih peran itu di Asia Tenggara bahkan dengan kekuatan militernya yang meningkat.



"Klaim maritim dan teritorial China yang bersaing di Laut China Selatan berarti bahwa negara-negara di kawasan itu akan selalu melihat kehadiran angkatan laut China sebagai upaya untuk memajukan klaim-klaim itu," lanjut Lee dalam artikelnya. "Meskipun kekuatan militernya meningkat, China tidak akan dapat mengambil alih peran keamanan Amerika Serikat,"

Artikel itu diterbitkan di saat ketegangan antara AS dan China terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Kedua ekonomi terbesar di dunia itu memperdebatkan berbagai hal selain soal klaim China di Laut China Selatan, termasuk soal jaringan 5G sampai soal pandemi COVID-19.

Lebih lanjut, Lee mengatakan jika harus dipaksa memilih antara AS atau China, jelas bahwa negara-negara pasifik tidak ingin memilih. Sebab semua negara ingin berdamai.

"Negara-negara Asia-Pasifik tidak ingin dipaksa untuk memilih antara Amerika Serikat dan China," tulis Lee. "Mereka ingin memupuk hubungan baik dengan keduanya."

"Jika AS berusaha menahan China, atau jika Beijing berusaha membangun pengaruh eksklusif di Asia, kedua negara akan memulai suatu rangkaian konfrontasi yang akan berlangsung selama beberapa dekade dan membahayakan abad Asia yang telah lama digembar-gemborkan ini.

"Setiap konfrontasi antara kedua kekuatan besar ini tidak akan berakhir seperti Perang Dingin, dalam kehancuran damai satu negara," tulisnya.



Lee juga menekankan pentingnya kedua negara untuk berkolaborasi dalam hal yang mendukung kemajuan semua negara.

"Pilihan strategis yang dibuat oleh Amerika Serikat dan China akan membentuk kontur tatanan global yang sedang muncul," tulis Lee. "Wajar jika kekuatan besar bersaing. Tetapi kapasitas mereka untuk kerja sama adalah ujian nyata dari tata negara, dan itu akan menentukan apakah umat manusia membuat kemajuan dalam masalah-masalah global seperti perubahan iklim, proliferasi nuklir, dan penyebaran penyakit menular.

Singapura telah dikenal sebagai salah satu negara paling vokal di Asia yang menyerukan AS dan China untuk menghindari bentrokan destruktif yang akan memaksa negara-negara kecil untuk memilih pihak.

Di samping membahas soal AS di Laut China Selatan, Lee juga menekankan soal pentingnya kehadiran AS di Asia Utara. Lee mengatakan jika AS menarik diri dari kawasan itu, maka Jepang dan Korea Selatan mungkin akan mempertimbangkan untuk mengembangkan senjata nuklir untuk menghadapi ancaman Korea Utara yang semakin meningkat.

[Gambas:Video CNBC]


(res) Next Article Kapal Militer AS-China Hampir Tabrakan di Laut China Selatan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular