
Awan Gelap Bisnis Penerbangan, Baru Bisa Pulih 2022
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
02 June 2020 18:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha penerbangan di bawah Indonesia National Air Carriers Association (INACA) memperkirakan pukulan Covid-19 terhadap industri penerbangan bakal makin panjang. Staf ahli INACA, Darmadi, menyebut, tekanan itu masih akan terjadi hingga 2022 mendatang.
"Di dalam kajian IATA disampaikan kepada seluruh anggota maskapai di dunia, keadaan maskapai Indonesia di saat ini menurut IATA adalah Revenue Passenger Kilometers (RPK) di 2019 akan di-recovery pada 2022. Global RPK di 2021 kira-kira di 20-41% dari sebelum Covid-19," ungkapnya dalam sebuah diskusi yang digelar Kementerian Perhubungan, Selasa (2/6/20).
Dia menambahkan, pukulan tersebut juga tercermin dari penurunan penumpang. Hal ini terjadi menyeluruh, baik penerbangan internasional maupun domestik.
"Penumpang domestik ini dari Januari sampai Mei tinggal 14% di domestik. Di internasional sendiri kalau di-capture dari airport prioritas seperti Cengkareng, Surabaya, Medan, tinggal 35%," katanya.
Dalam kesempatan itu yang sama, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan hal senada. Dia bahkan blak-blakan bahwa pendapatan perseroan merosot drastis.
"Untuk Garuda sendiri saya pikir nggak unique dibandingkan airline yang lain, pendapatan kita menurun hampir di level 90%, jadi tinggal 10%," urainya.
Selain itu, 70% pesawat milik Garuda Indonesia harus dikandangkan alias grounded di tempat parkir. Adapun mayoritas penerbangan, load factor-nya hanya terisi di bawah 50%.
"Jadi ini impact-nya sangat berat untuk industri Garuda dan airlines lain.Yang lebih berat lagi adalah airline itu pada dasarnya adalah industri yang sangat capital intensive. Marginnya juga di bawah double digit, jadi single digit. Begitu ada goyangan seperti ini akan sangat terasa sekali," katanya.
(hoi/hoi) Next Article 'Kiamat' Kursi Pesawat Nyata, Maskapai Siapkan Skenario Ini
"Di dalam kajian IATA disampaikan kepada seluruh anggota maskapai di dunia, keadaan maskapai Indonesia di saat ini menurut IATA adalah Revenue Passenger Kilometers (RPK) di 2019 akan di-recovery pada 2022. Global RPK di 2021 kira-kira di 20-41% dari sebelum Covid-19," ungkapnya dalam sebuah diskusi yang digelar Kementerian Perhubungan, Selasa (2/6/20).
Dia menambahkan, pukulan tersebut juga tercermin dari penurunan penumpang. Hal ini terjadi menyeluruh, baik penerbangan internasional maupun domestik.
Dalam kesempatan itu yang sama, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan hal senada. Dia bahkan blak-blakan bahwa pendapatan perseroan merosot drastis.
"Untuk Garuda sendiri saya pikir nggak unique dibandingkan airline yang lain, pendapatan kita menurun hampir di level 90%, jadi tinggal 10%," urainya.
Selain itu, 70% pesawat milik Garuda Indonesia harus dikandangkan alias grounded di tempat parkir. Adapun mayoritas penerbangan, load factor-nya hanya terisi di bawah 50%.
"Jadi ini impact-nya sangat berat untuk industri Garuda dan airlines lain.Yang lebih berat lagi adalah airline itu pada dasarnya adalah industri yang sangat capital intensive. Marginnya juga di bawah double digit, jadi single digit. Begitu ada goyangan seperti ini akan sangat terasa sekali," katanya.
(hoi/hoi) Next Article 'Kiamat' Kursi Pesawat Nyata, Maskapai Siapkan Skenario Ini
Most Popular