Aktivitas Manufaktur RI Membaik, Badai Sudah Berlalu?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 June 2020 08:30
Industri Tekstil (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Industri Konvesksi (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas manufaktur Indonesia masih mengalami kontraksi pada Mei 2020. Namun ada perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya.

Pada Selasa (2/6/2020), IHS Markit melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode Mei adalah 28,6. Naik dibandingkan April yang sebesar 27,5.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal. Angka di bawah 50 berarti industri manufaktur masih terkontraksi, belum ada ekspansi.

Walau demikian, kontraksi industri manufaktur Tanah Air mulai menipis. Ini memberi harapan bahwa yang terburuk sepertinya sudah berlalu.

"Dengan pemerintah mempertimbangkan kembali  membuka ekonomi secara bertahap mulai Juni, PMI mungkin akan naik pada bulan-bulan mendatang. Meskipun membutuhkan upaya yang lebih besar untuk memulihkan kerugian parah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir," kata Bernard Aw, Kepala Ekonom IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.




Namun secara umum. IHS Markit masih melihat manufaktur Indonesia mengalami kesusahan. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menjadi penyebab utama.

"Output terus menurun pada kisaran parah pada Mei, ditambah dengan penurunan substansial permintaan baru, yang sebagian disebabkan oleh penurunan tajam penjualan ekspor. Tingkat penurunan pada variabel tersebut sedikit berkurang dari kondisi April, tetapi menjadi yang tercepat kedua sepanjang survei yang dimulai pada April 2011," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Output yang tidak optimal membuat perusahaan mengandalkan inventaris/stok yang sudah ada. Terjadi penurunan stok karena minimnya produksi baru.

Penurunan output membuat lapangan kerja ikut menyusut. Perusahaan mengurangi kapasitas serapan tenaga kerja seiring berkurangnya permintaan. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terjadi.


Tidak hanya di sisi supply, demand juga masih mengalami kontraksi. Stok pasca produksi menumpuk karena barang, khususnya produk konsumsi, tidak terjual.

"Tindakan pencegahan pandemi Covid-19 juga mengganggu rantai pasokan. Waktu pengiriman diperpanjang pada kisaran paling lama sejak survei dimulai sembilan tahun lalu. Inspeksi pabean yang lebih ketat, kekurangan material di tengah-tengah penutupan bisnis, dan gangguan rute transportasi adalah alasan yang dikemukakan atas penundaan pengiriman," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Kekurangan bahan baku menyebabkan kenaikan biaya input pada Mei. Akibatnya, harga rata-rata yang dikenakan naik pada kisaran tercepat selama satu tahun, karena perusahaan membebankan sebagian kenaikan biaya kepada konsumen.

"Indonesia mengalami penurunan aktivitas manufaktur pada Mei, dengan tanda-tanda bahwa penurunan aktivitas pabrik telah berdampak besar terhadap pasar tenaga kerja. Produksi dan permintaan baru terus turun pada kisaran parah, memaksa perusahaan mengurangi lapangan kerja dan inventaris guna menangani biaya di tengah-tengah penutupan bisnis besar-besaran," sebut Aw.


(aji/aji) Next Article Manufaktur RI Masih Lesu, Tapi Ada Pertanda Mulai Sembuh

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular