
Round Up
Hong Kong Kembali Panas, Tuntut Merdeka dari China
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
26 May 2020 07:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi Hong Kong kembali membara. Pada Minggu (24/5/2020) malam, demo terjadi kembali seiring dengan rencana China memberlakukan UU keamanan nasional.
Polisi bahkan menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan demonstran. Demo berlangsung di tengah aturan pembatasan sosial (social distancing) karena pandemi COVID-19.
Dalam demonstrasi tersebut, para massa pro demokrasi meminta kemerdekaan Hong Kong. "Kemerdekaan Hong Kong, Satu-satunya Jalan Keluar (Hong Kong independence, the only way out)," teriak massa dikutip dari Reuters.
Ini memicu bentrok antara polisi dan pengunjuk rasa. Salah satunya di distrik Wan Chai.
"Saya khawatir bahwa setelah penerapan undang-undang keamanan nasional, mereka akan mengejar orang-orang yang didakwa sebelumnya dan polisi akan semakin tak terkendali," kata Twinnie, 16 tahun, seorang siswa sekolah menengah yang menolak untuk memberikan nama belakangnya.
"Saya takut ditangkap tetapi saya masih harus keluar dan memprotes masa depan Hong Kong."
Sementara itu, Sekretaris Keamanan Hong Kong John Lee menilai aksi protes merupakan terorisme. Apalagi dengan seruan merdeka dari China.
"Aksi Terorisme sedang berkembang dan ini membahayakan keamanan nasional. Teriakan 'kemerdekaan Hong Kong' oleh warga semakin merajalela," katanya.
"Hanya dalam beberapa bulan, Hong Kong telah berubah dari salah satu kota teraman di dunia menjadi kota yang diselimuti bayang-bayang kekerasan."
Lee menyebut undang-undang keamanan nasional harus diperlukan untuk melindungi kemakmuran dan stabilitas kota. UU ini sendiri berisi akan ada campur tangan Beijing dalam setiap upaya terorisme dan pemisahan diri dari China, baik dalam level pencegahan, penghentian, hingga hukuman.
Sementara, Sekretaris Keuangan Hong Kong Paul Chan juga menulis bahwa UU ini tidak mampu mengembalikan kepercayaan investor. Ia menyebut UU menimbulkan "kesalahpahaman".
"Pemerintah pusat menyatakan undang-undang ini hanya ditujukan bagi sebagian orang yang diduga mengancam keamanan nasional dan tidak akan mempengaruhi hak masyarakat umum," tulisnya.
Sebelumnya negara seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Kanada menyatakan kekhawatiran tentang UU tersebut. Mereka memandang dampak UU tersebut akan berpengaruh bagi salah satu pusat keuangan terkemuka dunia itu.
(sef/sef) Next Article Duh! Sudah 2020, Tapi Hong Kong Masih Demo
Polisi bahkan menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan demonstran. Demo berlangsung di tengah aturan pembatasan sosial (social distancing) karena pandemi COVID-19.
![]() Riot police detain a protester during a demonstration against Beijing's national security legislation in Causeway Bay in Hong Kong, Sunday, May 24, 2020. Hong Kong police fired volleys of tear gas in a popular shopping district as hundreds took to the streets Sunday to march against China's proposed tough national security legislation for the city. (AP Photo/Vincent Yu) |
Ini memicu bentrok antara polisi dan pengunjuk rasa. Salah satunya di distrik Wan Chai.
"Saya takut ditangkap tetapi saya masih harus keluar dan memprotes masa depan Hong Kong."
Sementara itu, Sekretaris Keamanan Hong Kong John Lee menilai aksi protes merupakan terorisme. Apalagi dengan seruan merdeka dari China.
"Aksi Terorisme sedang berkembang dan ini membahayakan keamanan nasional. Teriakan 'kemerdekaan Hong Kong' oleh warga semakin merajalela," katanya.
"Hanya dalam beberapa bulan, Hong Kong telah berubah dari salah satu kota teraman di dunia menjadi kota yang diselimuti bayang-bayang kekerasan."
Lee menyebut undang-undang keamanan nasional harus diperlukan untuk melindungi kemakmuran dan stabilitas kota. UU ini sendiri berisi akan ada campur tangan Beijing dalam setiap upaya terorisme dan pemisahan diri dari China, baik dalam level pencegahan, penghentian, hingga hukuman.
Sementara, Sekretaris Keuangan Hong Kong Paul Chan juga menulis bahwa UU ini tidak mampu mengembalikan kepercayaan investor. Ia menyebut UU menimbulkan "kesalahpahaman".
"Pemerintah pusat menyatakan undang-undang ini hanya ditujukan bagi sebagian orang yang diduga mengancam keamanan nasional dan tidak akan mempengaruhi hak masyarakat umum," tulisnya.
Sebelumnya negara seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Kanada menyatakan kekhawatiran tentang UU tersebut. Mereka memandang dampak UU tersebut akan berpengaruh bagi salah satu pusat keuangan terkemuka dunia itu.
(sef/sef) Next Article Duh! Sudah 2020, Tapi Hong Kong Masih Demo
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular