Internasional

Ribut soal Hong Kong, Ini Ancaman China ke AS

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
26 May 2020 12:31
Riot police detain a protester during a demonstration against Beijing's national security legislation in Causeway Bay in Hong Kong, Sunday, May 24, 2020. Hong Kong police fired volleys of tear gas in a popular shopping district as hundreds took to the streets Sunday to march against China's proposed tough national security legislation for the city. (AP Photo/Vincent Yu)
Foto: Demo Hong Kong (AP/Vincent Yu)
Jakarta, CNBC IndonesiaRencana China untuk menerapkan undang-undang keamanan Hong Kong rupanya tak berjalan lancar.

Amerika Serikat (AS) berniat untuk menjatuhkan sanksi jika China bersikeras menerapkan UU keamanan nasional, yang akan memberikan kontrol lebih besar pada Beijing atas Hong Kong.

Setelah hampir setahun diguncang demonstrasi, pemerintah China berencana untuk mengesahkan UU keamanan baru.

Aturan ini akan memberi kekuasaan pada Beijing untuk membentuk badan khusus yang melarang pengkhianatan, subversif, dan hasutan, yang memungkinkan Hong Kong berpisah dari China.

"Jika AS bersikeras melukai kepentingan China, China harus mengambil setiap langkah yang diperlukan untuk melawan dan menentang ini," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian kepada wartawan, sebagaimana diberitakan oleh AFP, Selasa (26/5/2020).

China menggambarkan protes Hong Kong sebagai rencana yang didukung asing untuk menggoyahkan Negara Tirai Bambu. Bahkan menekankan bahwa asing tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam bagaimana pusat bisnis internasional tersebut dijalankan.

Sebelumnya, warga memrotes UU tersebut karena khawatir mematikan bagi kebebasan Hong Kong. Ribuan orang yang tak setuju, sempat turun ke jalan pada Minggu (24/5/2020), kendati ada larangan pertemuan massal akibat pandemi COVID-19.

Polisi dan warga pun terlibat bentrok. Dalam demo itu, warga pro demokrasi menyuarakan kemerdekaan dari China.

Sebelumnya, penasihat keamanan nasional Washington Robert O'Brien memperingatkan UU baru itu dapat membuat Hong Kong kehilangan status perdagangan khusus dengan AS. Termasuk statusnya sebagai hub keuangan global.

"Sulit melihat bagaimana Hong Kong bisa tetap menjadi pusat keuangan Asia jika China mengambil alih," kata O'Brien, dilansir dari CNBC International.

"Jika semua itu hilang, saya tidak yakin bagaimana komunitas keuangan dapat tinggal di sana... Mereka tidak akan tinggal di Hong Kong untuk dikuasai oleh China, partai komunis."

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga menyebut UU tersebut sebagai "lonceng kematian" untuk otonomi Hong Kong. Hal ini akan berujung pada pengenaan sanksi terhadap China, atas dasar Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong 2019.

UU itu, disetujui parlemen AS tahun lalu. Intinya AS akan mengirimkan tim langsung untuk memantau otonomi khusus yang diberlakukan di Hong Kong, seiring dengan perjanjian kembalinya kota itu ke China dari Inggris di tahun 1997.

Jika otonomi itu dilanggar AS bisa memberi sanksi. Termasuk pada pejabat atau badan yang mengekang kebebasan Hong Kong.

Hong Kong sendiri telah menjadi titik baru dalam ketegangan antara dua AS dan China. Pasca-perdamaian perang dagan Fase I disepakati, tensi kedua negara naik karena asal usul COVID-19.


[Gambas:Video CNBC]




(sef/sef) Next Article Waspada! Hong Kong Bisa Jadi Episode Baru 'Perang' AS-China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular