
Internasional
Tolak Telpon Australia, Perang Dagang China Makin Runcing?
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
18 May 2020 13:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan dagang antara China dan Australia kian memanas. Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mencoba melakukan panggilan telepon untuk memperbaiki keretakan hubungan antar kedua negara, namun sejauh ini belum ada tanggapan dari China.
"Kami telah meminta saya untuk dapat berdiskusi dengan rekan saya dari Tiongkok," kata Senator Birmingham kepada program Insiders saluran ABC pada Minggu (17/5/2020). "Permintaan itu belum dipenuhi dengan panggilan yang ditampung pada tahap ini."
Mantan kepala eksekutif Fortesque Metal, Neville Powell mengatakan menjaga komunikasi yang erat sangat penting. Ini dilakukan untuk memastikan kedua belah pihak memahami apa yang ingin dicapai pihak lain.
"Saya pikir banyak masalah berkembang jika tidak ada komunikasi," ujar Powell, yang saat ini memimpin Komisi Koordinasi Nasional COVID-19 pemerintah Morrison, kepada Sky News.
"Yang perlu kita lakukan adalah memastikan bahwa kita berkomunikasi terus-menerus dan memastikan saluran komunikasi itu tetap terbuka."
Pada Selasa (12/5/2020) lalu, China menangguhkan impor dari empat pemasok daging sapi utama Australia. Hal ini terjadi beberapa minggu setelah pejabat China di negara Kanguru mengancam pemboikotan komoditas Australia karena mendesak penyelidikan asal usul virus corona (COVID-19).
Empat pemasok itu antara lain Kilcoy Pastoral Company, Beef City, Dinmore dan Northern Cooperative Meat Company. Keempat pemasok itu menghasilkan sekitar 35% dari ekspor daging Australia ke China, nilainya mencapai US$ 1,1 miliar.
Bukan hanya daging, China juga dikabarkan tengah mengkaji kenaikan bea masuk pada gandum Australia, sebesar 73,6%. China menuding Australia melakukan dumping.
China merupakan mitra dagang utama Australia. Nnamun karena adanya peristiwa ini, Birmingham membebaskan para pebisnis untuk menentukan kepada siapa mereka menjual produk barang dan jasa.
"Saya akan berharap bahwa banyak bisnis Australia di belakang beberapa intervensi peraturan yang tidak dapat diprediksi, seperti yang telah kita lihat dalam beberapa minggu terakhir, akan mulai mempertimbangkan apakah profil risiko telah berubah dan oleh karena itu, dapat melihat pasar lain," kata Birmingham, dikutip dari 9News.
Birmingham mengatakan pemerintah telah mengajukan tanggapan komprehensif terhadap penyelidikan China selama 18 bulan terhadap dumping gandum. Pemerintah menolak bahwa industri Australia disubsidi sehingga dapat membanjiri pasar dengan gandum harga murah.
Lebih lanjut, Birmingham juga mengatakan ada kemungkinan membawa masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) jika China terus mengancam. Sebelumnya, Australia sempat menyelesaikan masalah dengan negara lain lewat WTO, termasuk masalah praktik anggur di Kanada, dan masalah gula dengan India.
Hubungan Australia dan China memang tegang sejak 2018 lalu. Di 2019, China juga sempat memperingatkan Australia karena kritik pada penanganan etnis Uighur di Xinjiang.
Dari data Parliament of Australia, China adalah pasar bagi sejumlah komoditas Australia. Seperti bahan wol, gandum, termasuk sejumlah batu bara, bijih besi dan gas.
China juga menjadi pasar bagi sejumlah produk manufaktur yang komplek seperti perangkat medis dan pariwisata. Namun dari segi investasi, proporsi China hanya 3% dari seluruh total investasi asing di Australia atau menduduki peringkat kesembilan.
(sef/sef) Next Article China Ngamuk, Boikot Produk Australia, Perang Dagang Baru?
"Kami telah meminta saya untuk dapat berdiskusi dengan rekan saya dari Tiongkok," kata Senator Birmingham kepada program Insiders saluran ABC pada Minggu (17/5/2020). "Permintaan itu belum dipenuhi dengan panggilan yang ditampung pada tahap ini."
Mantan kepala eksekutif Fortesque Metal, Neville Powell mengatakan menjaga komunikasi yang erat sangat penting. Ini dilakukan untuk memastikan kedua belah pihak memahami apa yang ingin dicapai pihak lain.
"Yang perlu kita lakukan adalah memastikan bahwa kita berkomunikasi terus-menerus dan memastikan saluran komunikasi itu tetap terbuka."
Pada Selasa (12/5/2020) lalu, China menangguhkan impor dari empat pemasok daging sapi utama Australia. Hal ini terjadi beberapa minggu setelah pejabat China di negara Kanguru mengancam pemboikotan komoditas Australia karena mendesak penyelidikan asal usul virus corona (COVID-19).
Empat pemasok itu antara lain Kilcoy Pastoral Company, Beef City, Dinmore dan Northern Cooperative Meat Company. Keempat pemasok itu menghasilkan sekitar 35% dari ekspor daging Australia ke China, nilainya mencapai US$ 1,1 miliar.
Bukan hanya daging, China juga dikabarkan tengah mengkaji kenaikan bea masuk pada gandum Australia, sebesar 73,6%. China menuding Australia melakukan dumping.
China merupakan mitra dagang utama Australia. Nnamun karena adanya peristiwa ini, Birmingham membebaskan para pebisnis untuk menentukan kepada siapa mereka menjual produk barang dan jasa.
"Saya akan berharap bahwa banyak bisnis Australia di belakang beberapa intervensi peraturan yang tidak dapat diprediksi, seperti yang telah kita lihat dalam beberapa minggu terakhir, akan mulai mempertimbangkan apakah profil risiko telah berubah dan oleh karena itu, dapat melihat pasar lain," kata Birmingham, dikutip dari 9News.
Birmingham mengatakan pemerintah telah mengajukan tanggapan komprehensif terhadap penyelidikan China selama 18 bulan terhadap dumping gandum. Pemerintah menolak bahwa industri Australia disubsidi sehingga dapat membanjiri pasar dengan gandum harga murah.
Lebih lanjut, Birmingham juga mengatakan ada kemungkinan membawa masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) jika China terus mengancam. Sebelumnya, Australia sempat menyelesaikan masalah dengan negara lain lewat WTO, termasuk masalah praktik anggur di Kanada, dan masalah gula dengan India.
Hubungan Australia dan China memang tegang sejak 2018 lalu. Di 2019, China juga sempat memperingatkan Australia karena kritik pada penanganan etnis Uighur di Xinjiang.
Dari data Parliament of Australia, China adalah pasar bagi sejumlah komoditas Australia. Seperti bahan wol, gandum, termasuk sejumlah batu bara, bijih besi dan gas.
China juga menjadi pasar bagi sejumlah produk manufaktur yang komplek seperti perangkat medis dan pariwisata. Namun dari segi investasi, proporsi China hanya 3% dari seluruh total investasi asing di Australia atau menduduki peringkat kesembilan.
(sef/sef) Next Article China Ngamuk, Boikot Produk Australia, Perang Dagang Baru?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular