
Geopolitik Pasca Corona: Akankah China Jadi Musuh Bersama?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 May 2020 10:53

Economist Intelligence Unit (EIU) dalam laporan terbaru mengulas mengenai proyeksi peta geopolitik dunia usai pandemi virus corona. Apakah China akan menjadi musuh bersama? Apakah status super power AS akan luntur?
Laporan berjudul Geopolitics After Covid-19: Is the Pandemic a Turning Point itu menyebutkan bahwa China memang butuh kerja sangat keras untuk memulihkan reputasinya. Upaya memperbaiki reputasi itu kemudian diwujudkan dengan mengirim para ahli dan berbagai bantuan ke nagara-negara lain.
"Namun secara politis ini justru akan menjadi bumerang buat China, terutama dari para rivalnya seperti AS dan negara-negara Eropa. Hubungan China dengan negara-negara tersebut akan menjadi semakin rumit," sebut laporan itu.
Selain itu, pandemi virus corona juga akan menyadarkan dunia bahwa tidak baik terlalu tergantung kepada China. Saat ini, China memang mendominasi rantai pasok manufaktur dunia.
Oleh karena itu, Trump mengajak negara-negara lain untuk mengurangi ketergantungan kepada China dengan memindahkan fasilitas produksi ke tempat lain. Salah satu tujuannya adalah Indonesia, seperti di Brebes (Jawa Tengah).
"Banyak negara dan perusahaan akan mengkaji ulang ketegantungan terhadap China untuk produk-produk vital dan kemudian mencoba melakukan diversifikasi dalam rangka ketahanan ekonomi nasional. Pandemi ini kemungkinan akan meningkatkan hasrat untuk mengedepankan kepentingan nasional, tetapi memindahkan fasilitas produksi tentu butuh waktu," tulis laporan EIU.
Kala menjadi musuh bersama di Barat, laporan EIU menyatakan China akan mencoba memperbesar pengaruh mereka di negara-negara berkembang di Afrika, Eropa Timur, dan Asia Tenggara. China punya peluang untuk itu, dengan cara memberikan berbagai bantuan untuk mengatasi pandemi virus corona.
"Bukan kebetulan China kemudian meluncurkan inisiatif Belt and Road medis untuk beberapa negara Afrika, dalam rangka mendongkrak citra dan mengamankan proyek investasi. Namun di beberapa tempat, mungkin akan terjadi pertentangan," sebut laporan EIU.
(aji/aji)
Laporan berjudul Geopolitics After Covid-19: Is the Pandemic a Turning Point itu menyebutkan bahwa China memang butuh kerja sangat keras untuk memulihkan reputasinya. Upaya memperbaiki reputasi itu kemudian diwujudkan dengan mengirim para ahli dan berbagai bantuan ke nagara-negara lain.
"Namun secara politis ini justru akan menjadi bumerang buat China, terutama dari para rivalnya seperti AS dan negara-negara Eropa. Hubungan China dengan negara-negara tersebut akan menjadi semakin rumit," sebut laporan itu.
Oleh karena itu, Trump mengajak negara-negara lain untuk mengurangi ketergantungan kepada China dengan memindahkan fasilitas produksi ke tempat lain. Salah satu tujuannya adalah Indonesia, seperti di Brebes (Jawa Tengah).
"Banyak negara dan perusahaan akan mengkaji ulang ketegantungan terhadap China untuk produk-produk vital dan kemudian mencoba melakukan diversifikasi dalam rangka ketahanan ekonomi nasional. Pandemi ini kemungkinan akan meningkatkan hasrat untuk mengedepankan kepentingan nasional, tetapi memindahkan fasilitas produksi tentu butuh waktu," tulis laporan EIU.
Kala menjadi musuh bersama di Barat, laporan EIU menyatakan China akan mencoba memperbesar pengaruh mereka di negara-negara berkembang di Afrika, Eropa Timur, dan Asia Tenggara. China punya peluang untuk itu, dengan cara memberikan berbagai bantuan untuk mengatasi pandemi virus corona.
"Bukan kebetulan China kemudian meluncurkan inisiatif Belt and Road medis untuk beberapa negara Afrika, dalam rangka mendongkrak citra dan mengamankan proyek investasi. Namun di beberapa tempat, mungkin akan terjadi pertentangan," sebut laporan EIU.
(aji/aji)
Next Page
Dominasi AS Pudar?
Pages
Most Popular